LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ILMU BAHAN PAKAN
Oleh :
ARIF ROMADHON
D1E012142
Kelompok 29
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
LABORATORIUM ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
PURWOKERTO
2013
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Adanya berbagai jenis tanaman atau
keanekaragaman hayati perlu dikelompokan dengan sistem tata nama atau
nomenklatur. Penamaan tersebut bertujuan untuk mempermudah, penyebutan dan
membuat suatu objek menjadi lebih mudah
untuk dipelajari. Tujuan nomenklatur yaitu untuk menghindari adanya suatu bahan
pakan yang memiliki nilai ganda.
Ketepatan hasil analisa kimia sangat
tergantung pada mutu bahan kimia dan peralatan yang digunakan serta kecermatan
dan ketelitian kerjanya sendiri. Maka sebelum melakukan analisa harus mengenal
dan mengetahui alat-alat laboratorium yang akan digunakan beserta fungsi dan
cara penggunaannya. Alat dalam menganalisa bahan makanan ini dimaksudkan
sebagai pendukung langsung untuk melakukan suatu analisa. Pengenalan alat
dilakukan agar nantinya dapat mendukung acara praktikum yaitu mengenai analisis
fisik, analisa kadar abu, kadar air, serat kasar, lemak kasar, protein kasar,
FFA dan Gross Energy.
Bahan pakan memiliki kondisi fisik
yang berbeda sehingga dalam penangananya, pengelolaan, dan penyimpanannya
berbeda. Dalam menganalisis suatu bahan pakan, kadang dibutuhkan untuk
mengetahui kondisi fisik dari bahan atau sampel tersebut.
Penyediaan bahan pakan pada
hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Pemilihan
bahan tidak akan terlepas dari ketersediaan zat makanan itu sendiri yang
dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui berapa jumlah zat, makanan yang
diperlukan oleh ternak serta cara penyusunan ransum, diperlukan pengetahuan
mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan. Merupakan suatu keuntungan bahwa
zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak mempunyai sifat kimia secara
individual. Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan
analisis kimia, seperti analisis proxsimat, dan terhadap pakan berserat
analisis proxsimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat.
Bahan pakan memiliki tingkat
kerusakan minyak, oleh karena itu dilakukan analisis FFA untuk mengetahui
tingkat kerusakan minyak pada suatu bahan pakan, semakin tinggi FFA semakin
tinggi tingkat kerusakan minyaknya.
Pakan setelah dikonsumsi oleh ternak
akan menghasilkan energi pada ternak yang mengkonsumsinya untuk mengetahui
seberapa besar energi total suatu bahan pakan maka diadakan analisis Gross Energy. Groos
energy dapat dikatakan sebagai
energi kotor yang dapat diperoleh dari bahan pakan. Hal ini karena ada dalam
analisis gross energy hanya
mendapatkan hasil hitung yang mendekati aslinya ( hanya perkiraan ).
Adanya kadar lemak yang berbeda-beda pada bahan pakan menyebabkan
gross energy masing-masing bahan
berbeda pula. Sehingga sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui cara
analisis gross energy agar kita dapat
memperkirakan energi dan memberikan pakan yang sesuai dengan kondisi ternak
kita. Gross energy (GE) adalah
jumlah panas dalam kalori yang dihasilkan apabila substansi makanan dioksider
secara menyeluruh sehingga menghasilkan CO2, H2O dan gas-gas lain di dalam bomb
kalorimeter.
Bahan pakan penting di dunia peternakan, karena
akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ternak. Mahasiswa peternakan harus
mengetahui bahan pakan yang tepat untuk konsumsi suatu jenis ternak dan harus
mengetahui nutrisi yang dikandung oleh bahan pakan tersebut dengan analisa
dilaboratorium. Oleh karena itu diadakan praktikum ilmu bahan pakan.
1.2. Waktu dan Tempat
Praktikum Ilmu Bahan Pakan
dilaksanakan Kamis sampai dengan Sabtu, 7-9 November 2013 pukul 15.30 WIB
sampai dengan selesai dan bertempat di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
II.
TUJUAN DAN MANFAAT
2.1. Tujuan
1. Pemberian nomenklatur dan
pengelompokan bahan pakan.
2. Mengenal alat laboratorium.
3. Mengetahui sifat fisik suatu
bahan pakan ternak.
4. Menganalisis komposisi zat gizi
suatu bahan pakan.
5. Menganalisis kadar asam
lemak bebas suatu bahan pakan.
6. Menganalisis energi bruto
suatu bahan pakan.
2.2. Manfaat
1. Mengetahui
nomenklatur bahan pakan beserta pengelompokan dan kandungan nutriennya.
2. Mengetahui
alat-alat yang digunakan dalam berbagai analisa bahan pakan.
3. Mempermudah
penanganan dalam pengolahan dan pengangkutan.
4. Menjaga
homogenitas dan stabilitas saat pencampuran.
5. Mengetahui
tentang jumlah kadar air, bahan kering, kadar abu, bahan organik, lemak kasar,
protein kasar, dan serat kasar suatu bahan pakan.
6. Mengetahui
kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan.
7. Dapat membedakan derajat keasaman bahan pakan yang
disebabkan asam lemak bebas yang menyebabkan bau tengik ketika dilakukan
penyimpanan terlalu lama.
8. Mengetahui kandungan gizi setiap
bahan pakan untuk diberikan kepada ternak.
9. Mengetahui dan menghitung gross
energy dari setiap bahan pakan.
III.
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Nomenklatur Bahan Pakan
Dan Pengenalan Alat
Bahan
makanan ternak adalah suatu bahan yang dapat dimakan oleh hewan yang mengandung
energi dan zat gizi (atau keduanya) didalam makan tersebut (Hartadi,
1990). Sedangkan pengertian bahan pakan
yang lebih lengkap yaitu segala sesuatu yang dapat dimakan hewan (ternak) yang
mengandung unsur gizi dan atau energi, yang tercerna sebagian atau seluruhnya
dengan tanpa mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Rahardjo, 2002).
Menurut Tillman (1993) umumnya makanan ternak mengandung sebagian serat
kasar misalnya hijauan kering yang dicerna lebih lambat dan lebih sedikit
dibandingkan dengan biji-bijian. Oleh karena itu, bahan makanan tersebut
digolongkan menjadi hijauan kasar. Bahan pakan ternak terdiri dari hijauan dan
konsentrat, serta dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu bahan pakan
konvensional dan bahan pakan inkonvensional. Bahan pakan konvensional
adalah bahan pakan yang lazim digunakan sebagai bahan pakan ternak, seperti
hijauan, leguminosa, butiran, dan feed additive. Sedangkan bahan pakan
inkonvensional adalah bahan pakan yang tidak lazim diberikan pada ternak,
seperti limbah industri kue dan roti, bulu, darah, dan kulit nanas.
Nomenklatur
berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tatanama bahan pakan. Pencirian
bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiap bahan pakan. Setiap pemberian
tatanama bahan pakan atas enam faset. Cara pokok dalam perlakuan umum yang
sering dijumpai dalam laboratorium agar memperoleh hasil analisa yang benar,
antara lain dilakukan pengenalan mengenai alat-alat laboratorium dan cara
penggunaannya (Sudarmadji, 1997).
Pengenalan alat dan nomenklatur bahan pakan
merupakan hal yang paling mendasar sebelum melakukan analisis kimia terhadap
bahan pakan. Pengenalan alat mencakup semua instrumen laboratorium sebagai
pendukung langsung dalam menganalisis bahan pakan. Pengenalan alat dan
pengetahuan cara pemakaian harus dipahami agar diperoleh hasil yang tepat. Cara pokok dalam perlakuan umum yang sering dijumpai
dalam laboratorium agar memperoleh hasil analisa yang benar, antara lain
dilakukan pengenalan mengenai alat-alat laboratorium dan cara penggunaannya
(Sudarmadji, 1997)
3.2. Uji
Fisik
Pengujian bahan pakan secara
fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransum. Hal ini
dikarenakan bahan pakan sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, jumlah
partikel, bentuk partikel, densitas, kemampuan elektrolisis, sifat hidroskopis
dan florvabillitas (Sutardi, 2003).
Daya ambang merupakan jarak yang dapat ditempuh oleh suatu partikel bahan
jika dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu. Daya ambang
berperan terhadap efisiensi pemindahan atau pengangkutan yang menggunakan alat
penghisap (pneumatio conveyor), pengisian silo menggunakan gaya gravitasi jika
suatu bahan punya daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan partikel (Khalil, 1997).
Luas permukaan spesifik
merupakan bahan pada berat tertentu
mempunyai permukaan luas. Peranan dari permukaan luas adalah untuk mengetahui
tingkat kehalusan dan suatu bahan secara spesifik akan tetapi tanpa diketahui
adanya komposisi secara keseluruhan. Luas permukaan spesifik menunjukkan pula
tekstur suatu bahan (Soedarmadji, 1997).
Sudut Tumpukan
adalah sudut yang dibentuk oleh bahan pakan diarahkan pada bidang datar.
Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak pakan dalam tumpukan.
Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu tumpukan. Sudut
tumpukan berfungsi dalam pembentukan kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi
pengangkutan secara mekanik (Thomson, 1984).
Density atau berat
jenis merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang
ditempati oleh bahan tersebut. Apabila bahan mempunyai berat jenis pertikel
yang berbeda jauh, maka cenderung memisah setelah mixing dan handling. Partikel
yang lebih padat atau rapat berpindah ke bawah melewati partikel lain yang
lebih halus ringan (Axe, 1995). Peranan berat jenis suatu bahan pakan, yaitu:
1) menentukan daya ambang; 2) berpengaruh terhadap besarnya kerapatan
tumpukkan; 3) bersama ukuran partikel berpengaruh terhadap homogenitas dan
stabilitas pencampuran; 4) berpengaruh terhadap kecepatan penakaran
(Soedarmadji, 1997).
3.3. Ananlisis Proksimat
Analisis
proksimat pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station
Jerman oleh Hennerberg dan Stokman, oleh karenanya analisis ini sering juga
dikenal dengan Analisis Weende. Analisis
proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan berdasarkan
komposisi kimia dan fungsinya, yaitu: air (moisture),
abu (ash), protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract), serat kasar (crude fiber) dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (nitrogen free extract).
Analisis proksimat menggolongkan vitamin berdasarkan kelarutannya. Vitamin yang
larut di dalam air dimasukkan ke dalam fraksi air, sedang yang larut dalam
lemak dimasukan ke dalam lemak kasar (Soejono, 2004).
Bahan
pakan mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua makanan mengandung air
yang lebih banyak dari kandungan lain. Tinggi rendahnya kadar air mempengaruhi
kebutuhan hewan akan air minum. Banyaknya air yang terkandung pada suatu bahan
makanan dapat diketahui jika bahan tersebut dipanaskan atau dikeringkan pada
temperatur tertentu. Ukuran berat sebelum dan setelah dipanaskan dicari
selisihnya maka akan sama dengan berat air (Lubis, 1993).
Banyaknya
air yang terkandung
dalam bahan pakan diketahui bila bahan pakan tersebut dipanaskan atau
dikeringkan pada suhu 105ºC. Oleh karena itu terjadi penguapan air maka ukuran
berat dari bahan makanan tersebut menjadi berkurang. Bahan pakan dipanaskan
hingga ukuran beratnya tetap. Ukuran berat sebelum
dipanaskan dikurangi sesudahnya adalah ukuran berat air (Anggorodi, 1998).
Zat-zat mineral sebagai suatu golongan dalam bahan pakan atau jaringan
hewan ditentukan dengan membakar zat organik, dan kemudian menimbang sisanya
yang disebut abu. Penentuan demikian menjelaskan mengenai zat khusus yang
terdapat pada bahan pakan, dan abunya dapat mengandung karbon yang berasal dari
zat organik sebagai karbonat bila terdapat terlalu banyak zat mineral pembentuk
bara. Abu hasil
pembakaran dapat digunakan sebagai titik tolak untuk determinasi prosentase zat
tertentu yang terdapat dalam bahan pakan (Anggorodi, 1998).
Pengukuran kadar abu dilakukan dengan
menggunakan bahan yang akan diukur, dan alat berupa cawan porselin, desikator, tanur, oven dan tang
penjepit dengan proses yang hampir sama dengan pengukuran kadar air yaitu
ditanur, didinginkan dalam desikator, ditimbang, masukkan kedalam cawan
porselin tanur kembali dan terakhir ditimbang (Raharjo, 2002).
Protein merupakan zat organic yang
mengandung karbon, hydrogen, nitrogen, oksigen, sulfur serta fosfor. Zat tersebut merupakan zat pakan
utama. Yang mengandung nitrogen, protein adalah essensial bagi kehidupan karena
zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup (Anggorodi,
1998).
Pengukuran Serat Kasar dilakukan dengan menggunakan alat
labu erlenmeyer, cawan porselin, corong tegak, desikator, oven, tanur, tang
penjepit, timbangan analitik dan kompor listrik, dengan proses penimbangan
sempel sebanyak 1 gr, masukkan dalam erlenmeyer tambahkan H2SO4
didihkan selama beberapa menit, beri larutan NaOH didihkan kembali, kertas whatman yang sudah
dioven ditimbang, dan digunakan untuk menyaring sampel dengan larutan H2SO4
pekat, aceton dan air panas, lakukan proses pentanuran dan pendinginan dengan
desikator lau timbang (Anggorodi, 1998).
Lemak merupakan sekelompok zat yang
tidak larut air tetapi larut dalam eter, kloroform, dan benzena. Ditinjau dari sudut
jumlahnya maka lemak merupakan bagian yang penting dari golongan zat dalam
tubuh hewan dan pakan, dimana lemak mengandung hydrogen dan karbon serta
oksigen juga asam stearat (C57H110O6). Lemak
kasar merupakan campuran beberapa senyawa (lemak, minyak, lilin, asam organic,
pigmen sterol, vitamin ADEK) yang larut dalam pelarut lemak (ether, petroleum
ether, pethroleum bensin dan lainnya) (Raharjo, 2002).
3.4. Free Fatty
Acid (FFA)
Asam lemak bebas
ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat dalam lemak setelah
dihidrolisa sehingga bisa dikrelasikan dengan banyaknya sabun yang dibentuk
(Anggorodi, 1991). Penetapan asam lemak berprinsip bahwa lemak bebas yang
terdapat paling banyak pada minyak tertentu (Sutardi, 2003).
Komposisis asam-asam
lemak yang dipengaruhi dan diperoleh dari ransum dapat berbeda banyak sekali
terhadap derajat ketidak jenuhan dan panjang rantai karbon. Proses lipogenesis
dari karbohidrat dan asam-asam amino nampaknya mempengaruhi pembentukan
asam-asam lemak jenuh terhadap yang tidak jenuh pada sebagian besar hewan
mamalia besar (Anggorodi,1979)
Asam lemak bebas tidak
mengurangi fungsi antioksidan dan melindungi ternak. Apabila penambahan terlalu
banyak kadar lemak bebas akan merusak mesin karena asam lemak bebas mudah
bereaksi dengan bagian metan yang akhirnya menyebabkan karat (Sudarmadji,
1997).
Asam lemak dengan
grup-grup fungsional seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk
diesterifikasi tanpa merusaknya terlebih dahulu. Katalisis ester yang sulit
dilakukan dengan metode kimiawi lemak tersebut menjadi sederhana dengan
pemanfaatan teknologi enzimatik lipase (Sulistyo, 1999).
3.5. Gross Energi (GE)
Gross energi
didefinisikan sebagai energi yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat
dioksider secara sempurna menjadi karbondioksida dan air. Tentu saja
karbondioksida dan air ini masih mengandung energi, akan tetapi dianggap
mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat melebihi karbondioksida
dan air. Gross energi diukur dengan alat bomb kalorimeter. Besarnya energi
bruto bahan pakan tidak sama tergantung dari macam nutrient dan bahan pakan
(Sutardi, 2004).
Energi total makanan
adalah jumlah energi kimia yang ada dalam makanan, dengan mengubah energi kimia
menjadi energi panas dan diukur jumlah panas yang dihasilkan. Panas ini
diketahui sebagai sumber energi total atau panas pembakaran dari makanan, bomb
kalorimeter digunakan untuk menentukan energi total dan sampel makanan
dipijarkan dengan aliran listrik. Metode ini dipakai untuk energi total makanan
dan produk ekskreta (Tilman, 1993).
Suatu nutrient organik
dibakar sempurna sehingga menghasilkan oksida (CO2 dan air), maka
panas yang dihasilkan disebut energi bruto. Guna menentukan besarnya energi
bruto bahan pakan dapat digunakan suatu alat bom kalorimeter. Besarnya nilai
energi bahan pakan tidak sama tergantung dari macam nutrient dan bahan pakan
(Soejono, 2004).
Analisis kadar energi
adalah usaha untuk mengetahui kadar energi bahan baku pakan, dalam analisis
biasanya ditentukan energi bruto lebih dahulu dengan membakat sejumlah bahan
pakan sehingga diperoleh hasil-hasil oksidasi yang berupa karbondioksida, air
dan gas lainnya. Penentuan energi bruto menentukan jumlah energi kalori dalam
bahan baku pakan yang dianalisis (Prastyastuti, 1988).
Energi adalah sumber
utama bagi proses metabolisme dalam tubuh ternak, baik untuk hidup pokok dan
produksi. Kekurangan energi akann menghambat pertumbuhan, dewasa kelamin, pada
sapi laktasi dapat menyebabkan produksi, bobot badan dan gangguan reproduksi
(Sutardi, 2003).
IV.
MATERI DAN CARA KERJA
4.1. Materi
4.1.1.
Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
4.1.1.1.
Nomenklatur Hijauan Bahan Pakan
1.
Rumput
Raja (Pennisetum
purpuroide)
2.
Rumput
Gajah (Pennisetum
purpureum)
3.
Daun
Pepaya (Carica
papaya)
4.
Setaria
Lampung (Setaria
splendida)
5.
Setaria
Ancep (Setaria
spacelata)
6.
Daun Pisang (Musa
parasidica)
7.
Jagung (Zea
mays)
8.
Gamal (Glirisida
maculata)
9.
Daun
Murbey (Morus
indica L)
10.
Daun Waru (Hibiscus
tiliaceus)
11.
Jerami
Padi (Oryza
sativa)
12.
Daun
Kaliandra (Caliandra calothyrsus)
13.
Daun Dadap (Eritrina
listospermae)
14.
Daun
Nangka (Arthocarpus
integra)
15.
Daun
Rami (Boehmeria
nivea)
16.
Lamtoro (Leucaena
glauca)
4.1.1.2. Nomenklatur Konsentrat
1.
Millet 15.
Tepung Tulang Ikan
2.
Tepung
udang 16.
Tepung Kerang
3.
Tepung
kerabang telur 17. Vita
Chicks
4.
Dedak 18.
Premix
5.
Tepung
cangkang keong 19. Urea
6.
Molases 20.
Tepung Kepala Udang
7.
CuSO4 21.
Tepung Kulit Udang
8.
Onggok 22.
Tepung Tulang Ayam
9.
Bungkil
kedelai 23.
Tepung Tulang Kambing
10. Biji jagung 24.
Tepung Darah Ayam
11. Phospat alam 25.
Tepung Darah Sapi
12. Tepung ikan 26.
Tepung Kedelai
13. Feed
additive 27.
Tepung Tulang Sapi
14.
Tepung
limbah soun
4.1.1.4.
Pengenalan Alat
1. Beker glass 17.
Kondensor
2. Gelas ukur 18. Bomb kalorimeter
3.
Erlenmeyer 19. Kompor listrik
4.
Pipet tetes 20.
Destruktor
5.
Pipet ukur 21.
Destilator
6.
Pipet seukuran 22. Bucket
7.
Filler 23.
Desikator
8.
Oven 24.
Vacum
9.
Cawan porselen 25.
Labu Didih
10.
Tanur 26. Shaker Water Bath
11.
Neraca ohaus 27. Tang Penjepit
12.
Timbangan analitik 28.
Corong Buthcner
13.
Tang penjepit 29. Push
Push Tinjo
14.
Soxhlet
15.
Water bath
16.
Statif
4.1.2. Uji Fisik
4.1.2.1. Sudut Tumpukan
a. Alat : 1. Mistar
2. Corong
3. Besi penyangga
4. Timbangan analog
b. Bahan : Dedak 100 gr
4.1.2.2.
Daya Ambang
a. Alat : 1. Stopwatch
2.
Nampan
3. Timbangan analitik
b. Bahan : Dedak 1 gr
4.1.2.3. Luas Permukaan Spesifik
a. Alat : 1. Kertas Milimeter Blok
2.
Spidol
3. Timbangan Analitik
b. Bahan : Dedak 1
gr
4.1.2.4. Berat Jenis
a. Alat : 1. Gelas Ukur 100 ml
2. Neraca Ohaus
3. Sendok
b. Bahan : Dedak 100 ml
4.1.3.
Analisis Proksimat
4.1.3.1.
Kadar Air
a. Alat : 1. Cawan porselin
2. Oven
3. Desikator
4. Timbangan
analitik
5. Tang penjepit
b. Bahan : Bungkil Kedelai 2 gr
4.1.3.2. Kadar Abu
a.
Alat : 1. Cawan porselin
2.
Desikator
3. Tanur 600oC
4. Timbangan analitik
5. Tang penjepit
6. Oven
b. Bahan : Bungkil Kedelai 2 gr
4.1.3.3. Protein Kasar
a. Alat : 1. Labu kjeldhal
2. Destilator 3. Larutan
HCl 0,1 N
4. Destruktor
5. Timbangan analitik
6. Beker gelas
7. Pipet tetes
b. Bahan : 1. Bungkil Kedelai 0,1 gr
2. Larutan H2SO4 pekat
3. Erlenmeyer
4. Asam borat
5. Indikator Metyl red
6. Larutan
NaOH 40%
7. Aquades
4.1.3.4. Lemak Kasar
a. Alat : 1. Alat ekstraksi soxhlet
2. Labu didih
3. Oven 105oC
4. Timbangan analitik
5. Waterbath
6. Desikator
7. Kertas saring whatman
b. Bahan
:1. Bungkil Kedelai 1 gr
2. Ethyl Ether
4.1.3.5. Serat Kasar
a. Alat : 1. Erlenmeyer 250 ml
2. Cawan porselin
3. Kertas saring Whatman
4. Corong tegak
5. Timbangan analitik
6. Oven
7. Tanur
8. Tang penjepit
9. Kompor listrik
10. Timbangan analitik
11. Kondensor
12. Desikator
b. Bahan : 1. Aceton
2. Bugkil Kedelai 1 gr
3. Larutan H2SO4 0,3 N
4. H2O panas
4.1.4. Free Fatty Acid (FFA)
a.
Alat : 1. Erlenmeyer
2.
Timbangan Analitik
3. Buret
4. Pipet Tetes
5.
Alat Titrasi
b. Bahan : 1. Bungkil Kedelai 7,05 gram
2. Alkohol netral
3. Indikator PP
4. NaOH 0,1 N
4.1.5. Gross Energi (GE)
a.
Alat : 1.
Bom Kalorimeter
2. Ignition Wire
3. Tabung Gas Oksigen
4. Tangki Air
5. Asam benzoat
6. Tabung Gas
7. Gelas Ukur
b.
Bahan : 1. Bungkil Kedelai 0.5 gr
2. Aquades
3. Methyl orange
4. Na2CO3
0,0725 N
5. Kawat
Energy
4.2 Cara Kerja
4.2.1 Nomenklatur
Hijauan, Konsentrat dan Pengenalan Alat
4.2.1.1 Nomenklatur Hijauan dan Konsentrat
Sampel setiap bahan pakan diamati.
Didengarkan penjelasan dari asisten.
Dicatat.
Sampel difoto.
4.2.1.2.Pengenalan Alat
Alat
untuk analisis uji fisik, analisis proksimat, FFA, GE diamati.
Didengarkan penjelasan dari asisten.
Dicatat.
Alat didokumentasikan
4.2.2
Uji
Fisik
4.2.2.1. Daya Ambang
Dedak ditimbang 1 gram.
Peralatan disiapkan.
Dedak
ditumpahkan dan stopwatch ditekan bersamaan pada jarak 1 m dari alas/tanah.
Waktu
tempuh dedak hingga mencapai tanah dicatat.
Rumus Daya ambang =
4.2.2.2.Sudut Tumpukkan
Dedak ditimbang 200 g.
Dedak dituang pada
corong yang ditutup bawahnya.
Tutup dilepas.
Diameter dan tinggi
curahan diukur.
Sudut
Tumpukan α =
4.2.2.3. Luas Permukaan Spesifik
Dedak
ditimbang 1 g.
Diletakkan
pada kertas millimeter blok hingga membentuk luasan tertentu.
Luas
dedak dihitung.
Luas
Permukaan Spesifik =
4.2.2.4. Berat Jenis
Gelas ukur ditimbang.
Dedak dimasukkan tanpa
digoyang hingga tepat 100 ml.
Ditimbang dan hitung
berat jenisnya.
Berat Jenis =
4.2.3 Analisis Proksimat
4.2.3.1 Kadar Air
Cawan
porselin ditimbang, dikeringkan dalam oven pada suhu 105 º C selama 1 jam
Selanjutnya
dinginkan dalam desikator, tutup dilepas selama 1 jam
Timbang
cawan dalam kaeadaan tertutup (X)
Ditimbang
sampel 2 gr (Y), dimasukan ke dalam cawan porselin
Dikeringkan
dalam oven 8-12 jam suhu 105oC.
Didinginkan
dalam desikator 15 menit dengan tutup dilepas dan ditimbang hinngga konstan (Z)
Kadar
Air =
4.2.3.2 Kadar Abu
Cawan
porselin dikeringkan dalam tanur pada suhu 600 º C selama 30 menit .
Didinginkan
dalam desikator salama 15 menit, kemudian timbang (X)
Sampel
ditimbang 2 g. (Y)
Dimasukkan
ke cawan.
Dikeringkan
dalam tanur 600oC selama 4-12 jam sampai menjadi abu.
Didinginkan
dalam desikator 15 menit kemudian timbang. (Z)
Kadar
Abu =
4.2.3.3 Protein Kasar
Sampel ditimbang 0,1 g, dimasukkan
dalam labu kjedahl (X)
Ditambahkan 3 g katalisator dan 1,5
ml, H2SO4 pekat.
Didestruksi hingga bening.
Siapkan alat destilasi, hasil
destruksi setelah dingin tuangkan dalam alat destilasi
10 ml asam borat 2-3% dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer dan ditambah satu tetes indikator metyl red.
Erlenmeyer diletakkan pada selang
destilator.
Hasil destruksi dimasukkan ke
destilator.
NaOH 40% sebanyak 10 ml ditambahkan
melalui corong atas destilator.
Larutan mulai didestilasi.
Destilasi diakhiri bila cairan
dalam Erlenmeyer telah mencapai 60 ml.
Setelah didestilasi masuk ke tahap
titrasi.
Larutan dititrasi dengan dengan HCl
0,1 hingga warna pink.
Volume HCl 0,1N yang digunakan
dihitung.
Kadar
Protein Kasar =
4.2.3.4 Lemak Kasar
Sampel ditimbang
1 g (X), kemudian dibungkus menggunakan kertas saring whatman dan diikat dengan
benang.
Dimasukkan ke
dalam oven selama 14 jam, pada suhu 105 ºC
Didesikator 15
menit, kemudian ditimbang (Y)
Diekstraksi
dengan larutan petroleum benzene dalam tabung soxlet hingga petroleum benzene
bening, selama 4-16 jam
Dianginkan agar
petroleum benzene hilang dari sampel.
Dimasukkan oven
kembali selama 14 jam, dengan suhu 105 ºC
Didesikator 15
menit kemudian ditimbang. (Z)
Kadar Lemak
Kasar =
4.2.3.5 Serat Kasar
Sampel ditimbang 1 g, kemudian
dimasukkan Erlenmeyer. (X)
Ditambahkan 50 ml H2SO4
0,3 N dan dididihkan selama 30 menit.
Ditambahkan lagi 25ml NaOH 1,5N dan
dididihkan selama 30 menit.
Kertas saring yang sudah
dikeringkan dan di oven ditimbang. (a)
Cairan dalam Erlenmeyer disaring
dengan kertas saring tadi.
Dilakukan pencucian berturut-turut
menggunakan 50 ml H2O panas, 50 ml H2SO4
0,3 N, 50 ml H2O panas dan 50
ml aceton.
Kertas saring dan sampel dibungkus,
dimasukkan ke dalam tanur selama 4 jam.
Didinginkan dengan di angin-angin
lalu didesikator 15ml dan ditimbang.(Y)
Selanjutnya dipijarkan pada suhu
600 º C selama 2 jam sampai berwarna bening seluruhnya/ bebas karbon
Akhirnya diambil dari tanur,
biarkan beberapa menit sampai suhu 120ºC
Dimasukan dalam desikator selama
satu jam, setelah dingin ditimbang (Z)
Kadar Serat Kasar =
4.2.4
Free
Fatty Acid (FFA)
Bahan
7,05 g dimasukkan erlenmeyer.
Ditambah
alkohol 96% 50 ml.
Dipanaskan
15 menit menggunakan penangas air.
Disaring
menggunakan kertas saring.
Larutan
hasil saringan ditetesi indikator pp.
Dititrasi
dengan NaOH 0,1N hingga berwarna pink
%FFA=
4.2.5
Gross
Energi (GE)
Bahan dibungkus menggunakan kertas saring whatman.
Kawat dililitkan pada kertas saring tadi dan
digantung pada tempat.
Bucket dipasang dan dikencangkan bautnya.
Bucket dimasukkan oksigen ke dalamnya hingga
katupnya berbunyi “tak”.
Lubang oksigen ditutup dan bucket dimasukkan ke
dalam jacket.
Termometer elektrik duhubungkan ke dalam air yang
berada di dalam jacket.
Kabel duhubungkan pada electric source.
Bomb kalorimeter ditutup dan sekrupnya dikencangkan.
Ditekan tombol agitator dan signalator bersamaan.
Dicatat perubahan suhu pada thermometer setelah
bunyi “teet”.
Setelah bunyi “teet” yang ke-10 ditekan tombol
combustion.
Dicatat perubahan suhunya setelah itu bom
kalorimeter dimatikan dengan ditekan “off”
Sekrup dilepas dan bucket dibongkar.
Dicuci bucket dengan aquades, sisa wire diambil dan
diukur panjangnya kemudian air cucian ditampung dalam Erlenmeyer.
Diteteskan Indikator Metyl orange, larutan/air tadi
diukur dahulu volumenya.
Titrasi dengan larutan Na2CO3
0,0725 bila saat ditetesi indikator metyl orange hingga warna kuning.
![](file:///C:\Users\ACER\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image021.png)
5.1. Hasil
5.1.1 Nomenklatur
Hijauan dan Konsentrat
Tabel
1. Nomenklatur Bahan Pakan Hijauan
No
|
Nama Hijauan
|
Nama Ilmiah
|
Bagian
|
Proses
|
Defoliasi
|
Tingkat kedewasaan
|
Grade
|
1
|
Rumput
Raja
|
Pennisetum
purpuroides
|
Aerial
|
Segar
|
40
hari
|
Dewasa
|
SK
34%
Pk
13,5%
|
2
|
Rumput
Gajah
|
Pennisetum
purpureum
|
Aerial
|
Segar
|
40-66
hari
|
Dewasa
|
Sk
42,3%
Pk
13,5%
|
3
|
Setaria
Anceps
|
Setaria
spacelata
|
Aerial
|
Segar
|
3
Minggu
|
Dewasa
|
SK
11%
Pk
10%
|
4
|
Setaria
Lampung
|
Setaria
splendida
|
Aerial
|
Segar
|
3
Minggu
|
Dewasa
|
Sk
6,5%
PK27%
|
5
|
Rumput
benggala
|
Panicum
maximum
|
Aerial
|
Segar
|
3
Minggu
|
Dewasa
|
Sk
39%
Pk
11,3%
|
6
|
Jagung
|
Zea mays
|
Aerial
|
Segar
& silase
|
3
minggu
|
Dewasa
|
Sk>18%Pk<18%
|
7
|
Jerami
padi
|
Oryza sativa
|
Aerial
|
Dikeringkan
|
-
|
Dewasa
|
Sk
31-46%
Pk<18%
|
8
|
Daun
nangka
|
Arthocarpus
integra
|
Daun
|
Dilayu-
kan
|
-
|
Dewasa
|
Sk
2,8%
Pk
23,83%
|
9
|
Daun
waru
|
Hibiscus
tiliaceus
|
Aerial
|
Segar
|
-
|
Dewasa
|
Pk11,96%
SK
21,5%
|
10
|
Daun
papaya
|
Carica papaya
|
Daun
|
Dilayu-
kan
|
-
|
Dewasa
|
Pk
20,89%
|
12
|
Daun
pisang
|
Musa
parasidica
|
Daun
|
Segar
& dilayukan
|
Dewasa
|
Pk
16%
|
|
13
|
Daun
Rami
|
Boehmeria
nivea
|
Aerial
|
Dilayu-kan/
segar
|
-
|
Dewasa
|
PK
21%
|
14
|
Daun
murbei
|
Morus indica
L.
|
Daun
|
Segar
|
-
|
Dewasa
|
PK
22-23%
|
15
|
Daun
dadap
|
Eritrina
listospermae
|
Daun
|
Segar
|
Dewasa
|
PK
20%
SK
18,5%
|
|
16
|
Daun
gamal
|
Glirisida
maculata
|
Daun
|
Segar
|
-
|
Dewasa
|
Pk
23-25%
SK
3,3%
|
17
|
Daun
lamtoro
|
Leucaena
glauca
|
Daun
& batang muda
|
Dilayukan
|
-
|
Dewasa
|
Pk
30-40%
SK
11,54 %
|
18
|
Daun
kalindra
|
Caliandra
calothyrsus
|
Aerial
|
Segar
|
-
|
Dewasa
|
Pk
18%
|
Tabel 2.
Nomenklatur Bahan Pakan Konsentrat
No
|
Nama
bahan
|
Asal
|
Bagian
|
Proses
|
Grade
|
1
|
Jagung
Pipilan
|
Jagung
|
Biji
jagung
|
Dikeringkan
|
Pk 10,82%
|
2
|
Onggok
|
Limbah
singkong
|
Limbah
singkong
|
Dikeringkan
|
PK 2,2%
|
3
|
Milet
|
Milet
|
Biji
milet
|
Dikeringkan
|
Pk
10,50%
|
4
|
Bungkil
kelapa
|
Ampas
kelapa
|
Sisa
pembuatan minyak
|
Dikeringkan
|
Pk 28%
|
5
|
Bungkil
kedelai
|
Ampas
kedelai
|
Sisa
pembuatan minyak
|
Dikeringkan
|
Pk
32,4%
|
6
|
Bekatul
|
Kulit
padi
|
Sisa
padi
|
Dikeringkan
& digiling
|
Sk
15%
Pk
12,3%
|
8
|
Tepung
udang
|
Udang
|
Udang
|
Dikeringkan
& digiling
|
Sk
2,5%
Pk
30%
|
9
|
Tepung
kerabang telur
|
Kerabang
telur
|
Kerabang
telur
|
Dikeringkan
& digiling
|
Ca
28%
|
10
|
Tepung
ikan
|
Ikan
|
Ikan
|
Dikeringkan
dan digiling
|
PK
48%
|
11
|
Molasse
|
Tebu
|
Tetes
tebu
|
Pengambilan
endapan
|
Sk>18%
Pk 22%
|
15
|
Tepung udang
|
Udang
|
Kulit
udang
|
Digiling
|
Ca
38%
|
16
|
Tepung
limbah soun
|
Soun
|
Limbah
soun
|
Digiling
|
Pk 15%
|
17
|
Tepung
kerang
|
Kerang
|
Daging
kerang
|
Dikeringkan
& digiling
|
Ca
17 %
|
19
|
Tepung
cangkang keong
|
Keong
|
Cangkang
keong
|
Dikeringkan
& digiling
|
Ca
38%
|
20
|
Phospat
alam
|
Batuan
alam
|
Batuan
alam
|
Dikeringkan
& digiling
|
P
14%
|
21
|
Neobro
|
Bahan
sintesis
|
Zat
vitamin, asam amino mineral
|
Digiling
|
Grade
A
|
22
|
Tetrachlor
|
Bahan
sintesis
|
Zat
vitamin dan mineral
|
Di
kapsul
|
Grade
A
|
24
|
CuSO4
|
Batuan
alam
|
Batuan
alam
|
Di
haluskan
|
Cu
18%
|
27
|
Kapur
alam
|
Batuan
alam
|
Batuan
alam
|
Di
haluskan
|
Ca
40%
|
5.1.2 Pengenalan Alat
Tabel
3. Nama dan Fungsi Alat
No.
|
Nama Alat
|
Fungsi
|
1
|
Oven
|
Mengurangi
kadar air bahan
Memanaskan
bahan
|
2
|
Bomb
kalorimeter
|
Analisis
gross energy
|
3
|
Destructor
|
Mendestruksi
Analisis
PK
Merenggangkan
ikatan N
|
4
|
Destilator
|
Menguapkan
N
|
5
|
Kondensor
|
Pendingin
|
6
|
Kompor
listrik
|
Memanaskan
|
7
|
Water
bath
|
Refluk
|
8
|
Buret
|
Titrasi
|
9
|
Tanur
|
Mengurangi
kadar air
|
10
|
Desikator
|
Menstabilkan
suhu
|
11
|
Timbangan
analitik 0,0001g
|
Menimbang
bahan
|
12
|
Erlenmeyer
|
Menampung
larutan
|
13
|
Labu
didih
|
Mendidihkan
larutan
Digunakan
untuk analisis LK
|
14
|
Corong
bucner
|
Menyaring
larutan
|
15
|
Filler
|
Menyedot
larutan
|
17
|
Becker
glass
|
Mengukur
larutan
|
18
|
Cawan
porselin
|
Meletakkan
sampel
|
19
|
Labu
kjedahl
|
Meletakkan
sampel pada analisis PK
|
20
|
Gelas
ukur
|
Mengukur
larutan
|
21
|
Tang
penjepit
|
Menjepit
bahan dan alat
|
22
|
Soxlet
|
Mengekstraksi
LK
|
23
|
Neraca
ohauss
|
Menimbang
bahan
|
24
|
Bucket
|
Bagian
dari bomb kalorimeter
|
25
|
Pipet
tetes
|
Meneteskan
larutan
|
26
|
Pipet
ukur
|
Mengambil
larutan dengan volume tertentu
|
27
|
Pipet
seukuran
|
Mengambil
larutan dengan volume yang sudah ditetapkan
|
28
|
Timbangan
|
Menimbang
bahan
|
29
|
Selongsong
|
Alat
yang dihubungkan dengan soxlet pada analisis LK
|
30
|
Tabung
CO2
|
Menampung
Co2
|
31
|
Tabung
O2
|
Menampung
O2/oksigen
|
32
|
Outoklav
|
Seterillisasi
alat
|
5.1.2 Uji Fisik
5.1.2.1 Daya Ambang
Diketahui:
Jarak = 1 meter
t =
1,27 s
DA = 1/ 1,27 = 0,79 m/s
|
5.1.2.2 Sudut Tumpukan
Diketahui:
Sampel
(X1) : 200 gram
Tinggi
(t) : 8 cm
Diameter
(d) : 20,8 cm
Tan α = 2(8)
20,8
Tan α = 0,76
α = 37,560
|
5.1.2.3 Luas Permukaan Spesifik
Diketahui:
X = 1,0
(berat) gram
Y = 45 (luas) cm
LPS = 45
1,0
LPS =
45 cm2/gr
|
5.1.2.4 Berat Jenis/BJ (Density)
Diketahui:
BA (Berat
Gelas Ukur) = 87,5 gram
BB (Berat Gelas Ukur + Sampel) = 114 ml
Bj
= (114-87,5)/100=
0,265 gr/ml
5.1.3 Analisis
Proksimat
5.1.3.1 Analisis Kadar Air
Diketahui:
Berat sampel (X1) = 2 gram
Berat cawan porselin (Y1) =
20,4 gram
Berat Setelah Oven (Z1) = 22,17 gram
Keterangan :
KA =
Kadar Air
X =
Berat Cawan
Y =
Berat Sampel
Z = Berat Setelah Oven
KA = X+Y-Z =
(20,4 +2-22,17)/2 x 100% = 11,5%
Y
5.1.3.2 Analisis Kadar Abu
Diketahui:
Berat cawan porselin (X1) = 20,4 gram
Berat sampel (Y1) = 2,0 gram
Berat Setelah Tanur (Z1) = 20,52 gram
K.Abu = 20,52 -20,4 x 100%
2,0
= 6 %
5.1.3.3 Analisis Kadar Protein Kasar
Diketahui:
Berat
sampel (x) = 0,10 gram
Ml titran =
4,79 ml
Kadar protein kasar = 4,79x0,1x0,014x6,25 x 100% = 41,9 %
0,10
5.1.3.4 Analisis Lemak Kasar
Diketahui:
Sampel (x) =
1,0 gram
Berat labu setelah dioven (y) = 1,36 gram
Berat
setelah diekstraksi dan dioven (z) =
1,31 gram
Kadar Lemak =
1,36-1,31
1,0
=
5 %
5.1.3.5 Analisis Serat Kasar
Diketahui:
Berat
sampel (x) =1,0 gram
Berat
kertas saring (a) = 0,6 gram
Berat
kertas saring+sampel setelah dioven(y) =
19,3 gram
Berat
setelah ditanur (z)
= 18,66 gram
Kadar SK = 19,3- 18,66 - 0,6 x 100%
1,0
= 4%
5.1.4 Analisis Free Fatty Acid (FFA)
Diketahui:
Berat sampel = 7,5 gram
Titrasi = 7,4 ml NaOH
%FFA
=
7,4 x 0,1 x 278 x 100%
7,5 X 1000
=
2,742 %
5.1.5 Analisis Gross
Energy (GE)
Diketahui:
I Ta-Tb I
Koreksi benzoate = 0,985
Bk =
88,5
Hg = 2.611,67
GE = koreksi benzoate x Hg
GEtotal = GE – GEkertas
B = berat sampel = 0,5
ta = suhu konstan = 27,48
tc1 = awal pembakaran = 27,5
tc = akhir pembakaran = 28,09
Ta = angka ketetapan = 5
|
E1 = 65x0,44
10
= 2,86 ml
r1 = 28,09-27,48
5
= 0,122
Tb = 0,6
x (Ta + Tc)
= 0,6 x ( 5 + 5 ) = 6
T = (tc – ta) – r1 x I Ta –
Tb I
= (28, 09 – 27,48) – 0,122 x ( 5 –6 )
= 0,488
Hg =
(2423x0,488) - 2,86 – 0,21 – 23,69
0,885 x 0,5
= 2.611,67
GE = Hg x
koreksi benzoat
=
2.611,67 x 0,985 = 2.572,495
5.2.
Pembahasan
5.2.1
Nomenklatur Bahan dan Pengenalan Alat
Makanan merupakan
salah satu faktor yang penting didalam usaha beternak. Makanan mempunyai
peranan untuk pertumbuhan bagi ternak-ternak muda, maupun untuk mempertahankan
hidupnya dan menghasilkan suatu produksi dan tenaga kerja bagi ternak-ternak
dewasa, serta berfungsi untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan.
Makanan yang diberikan kepada seekor ternak harus sempurna dan mencukupi.
sempurna dalam arti bahwa makanan yang diberikan kepada ternak itu harus
mengandung semua zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh dengan kualitas
yang baik. Cukup berarti makanan yang diberikan kepada ternak itu banyaknya
dengan kebutuhan ternak yang bersangkutan (Sosroamidjojo,1978).
Makanan
ternak terdiri dari konsentrat dan hijauan. Makanan hijauan ialah semua bahan
makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Termasuk kelompok
hijauan ialah bangsa rumput,leguminose, dan hijauan seperti daun nangka, daun
waru, kaliandra dan lain sebagainya.
Hijauan menurut
Lubis (1963) adalah daun-daunan yang dapat dimakan ternak, kadang terikut
ranting maupun bunganya. Pakan hijauan merupakan pakan utama dari ternak
herbivora. Ada empat sumber hijauan untuk pakan, yaitu :
1.
Kelompok
graminae atau padi-padian (rerumputan)
Ciri : batang pipih silindris, berdaun tunggal, daun
berbentuk garis, bunganya tersusun dalam bulir, pelepah daun berkembang baik
Contoh : Pennisetum
purpureum, Pennisetum purpuoides, Penisetum maximum, Setaria spelendida, Green
panix, Axonopus compresus
2.
Kelompok
leguminosa ( legum )
Contoh : Calopogonium mucunoides,
Leucaena glauca, Medicago sativa, Sesbania grandifora, Centrosema pubescens
3.
Kelompok
Cyperaceae atau teki-tekian
Ciri : akar rimpang dibawah tanah, batang berpenampang
melintang segitiga, daun berjejal pada batang, urat daun membujur
Contoh : Kylinga monochepala, Cyperus rotundus,
Scirpus grossus
4.
Kelompoak
browse (rambanan)
Contoh : Hibiscus
rosa-sinensis, Hibiscus tileateus, Musa paradisiaca, Manihot utilisima
Pemberian nama bahan makanan dan keterangannya yang lengkap
secara internasional, meliputi seluruh keterangan yang dapat diterapkan pada
bahan makanan tadi (Hartadi, 1990). Pengenalan bahan pakan sangat penting
dilakukan agar tau berapa komposisinya dan tahu ada zat-zat yang berperan atau
bahkan hancur yang terdapat didalam bahan pakan tersebut. Komposisi sangatlah
penting diketahui agar kita dalam menyusun ransum dapat berjalan dengan baik
dan juga benar-benar dibutuhkan oleh ternak, selain itu juga dapat menghemat
biaya. Zat-zat beracun sangat merugikan bagi ternak bila dalam bahan pakan yang
diberikan mengandung zat-zat beracun. zat-zat tersebut bereaksi bila dipotong,
dikunyah, dicerna dan sebagainya. Beberapa cara pengolahan untuk mengurangi
zat-zat beracun antara lain dioven, dimasak, dan pengeringan menggunakan sinar
matahari (Sutardi, 2001). Menurut Suryapratama (2005) pakan hijauan dan
konsentrat harus seimbang, karena jika diberikan pada komposisi yang berbeda,
konsentrasi mikrobial dan aktivitasnya akan berubah, sehingga juga mempengaruhi
sinstesis lipid dalam rumen.
5.2.1.1. Nomenklatur
Hijauan Pakan
Bahan pakan hijauan merupakan bahan
pakan yang berasal dari tanaman dan dapat dimakan ternak tanpa mengganggu
kesehatan ternak. Secara garis besar bahan pakan hijauan digolongkan ke dalam
lima kelompok bahan pakan yaitu, gramineae (rumput-rumputan), cyperaceae
(teki-tekian), leguminosa (kacang-kacangan), browse (ramban) dan limbah
pertanian. Pada umumnya, hijauan seperti rerumputan dan dedaunan merupakan
bahan pakan berserat (Guntoro, 2008).
Pada praktikum pengenalan
nomenklatur hijauan dikenalkan hijauan yang berasal dari rerumputan seperti rumput raja, rumput gajah, rumput
benggala dan setaria ancep yang digunakan sebagai sumber energi, limbah
pertanian terdiri dari daun pisang, daun pepaya, daun singkong, jerami kering
yang digunakan sebagai sumber energi tetapi daun singkong digunakan sebagai
sumber protein, dari legum terdiri dari daun gamal, daun turi, daun dadap, daun
lamtoro, dan kaliandra yang digunakan
sebagai sumber protein, dan yang teakhir yaitu jenis ramban yang terdiri dari
daun nangka, daun waru, dan daun murbei yang digunakan sebagai sumber energi.
Kelompok gramineae atau rumput
sebangsa padi digolongkan ke dalam dua golongan yaitu rumput alam dan rumput
potong atau budidaya. Rumput alam atau yang biasa disebut rumput ladang adalah
rumput yang tumbuh secara liar di tanah-tanah terbuka, jenis rumput yang tumbuh
bersifat heterogen, misal rumput teki dan rumput pahit. Rumput alam merupakan
salah satu hijauan pakan yang banyak digunakan sebagai pakan ternak ruminansia kecil.
Namun ketersediaan dan kandungan nutrisinya sangat dipengaruhi iklim dan jenis
tanah, dimana produksinya berlimpah dengan kualitas baik yaitu 7-8 % protein
kasar pada musim hujan, kemudian akan menurun drastis menjadi sangat rendah
hingga 2-3 % pada musim kemarau (Lay et al., 2002). Sedangkan rumput potong
adalah rumput yang ditanam di lahan tertentu yang digunakan sebagai pakan
ternak dan bersifat homogen, misalnya rumput gajah, rumput raja, setaria, dan
setaria lampung. Kualitas rumput potong biasanya lebih tinggi bila dibandingkan
dengan rumput liar, terutama kandungan proteinnya. Kandungan nutrien beberapa
rumput potong tercantum sebagai berikut.
Kelompok gramineae pada umumnya
merupakan sumber serat atau karbohidrat dengan tingkat defoliasi antara 40-70
hari. Termasuk kelompok ini adalah bahan-bahan dengan protein kasar kurang dari
20 % dan serat kasar kurang dari 18 % (Rahardjo, 2002).
Kelompok bahan pakan leguminosa
terdiri dari legum menjalar dan legum pohon atau perdu. Hijauan legum pada umumnya
mempunyai kandungan protein, Ca dan P yang lebih tinggi dari gramineae dan
biasanya dijadikan sumber protein. Namun dalam sebagian legum terdapat
antinutrisi yang dapat membahayakan ternak. Lamtoro (Leucaena glauca)
mengandung antinutrisi mimosin yang dapat menghambat pertumbuhan dan
merontokkan bulu. Upaya untuk mengurangi kandungan antinutrisi yaitu dengan
melakukan pelayuan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak (Sutardi,
2003).
Kelompok ramban (browse) adalah
tanaman yang didapat dari tanaman yang sengaja bukan untuk diambil hijauannya,
tetapi dengan tujuan lain, misalnya ditanam untuk pagar, diambil buahnya,
sebagai peneduh jalan, dan lainnya. Hijauan yang termasuk ke dalam jenis
ramban, yaitu daun nangka (Arthocarpus integra), daun dadap (Erytrina
lithospermae), gamal (Glirisida maculata), hijauan turi (Sesbania grandiflora),
daun waru (Hibiscus tileateus) dan hijauan bunga sepatu (Hibiscus
rossasinensis). Biasanya ramban merupakan sumber karbohidrat serta memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi. Daun nangka dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak terutama kambing. Daun nangka mengandung protein kasar 5,2
%, serat kasar 1,3 %, BETN 5 % dan abu 2,1 %. Daun dadap dimanfaatkan sebagai
bahan pakan untuk ternak dengan kandungan bahan kering yang terdiri dari
protein kasar 27,15 %, serat kasar 18,50 % dan lemak kasar 2,91%.
Limbah pertanian merupakan hijauan
yang belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah pertanian secara kuantitas
sangat melimpah. Pada umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak
dimanfaatkan sebagai pakan serat untuk ternak ruminansia guna mensubtitusi
rumput (Guntoro, 2008). Salah satu hijauan yang termasuk ke dalam limbah
pertanian adalah tanaman pisang (Musa parasidiaca) dan daun singkong (Manihot
utilissima). Bagian-bagian tanaman pisang mempunyai kadar air yang sangat
tinggi terutama pada batang pisang sehingga kadar bahan kering menjadi sangat
kecil sampai 3,6%. Sementara itu, daun pisang dan buah pisang mempunyai kadar
bahan kering yang menyerupai kadar bahan kering hijauan. Kandungan protein
kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah dan protein kasar daun pisang
hampir sama dengan kandungan protein rumput Raja. Kandungan serat (NDF, ADF,
selulosa, dan hemiselulosa) dalam bagian-bagian tanaman pisang dalam batas
normal seperti pada hijauan lainnya tetapi kadar total abu sangat tinggi
terutama pada batang (24,1%). Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian
Ternak (Balitnak) Bogor mendapatkan rata-rata kadar total abu 15,5 dan 10,5%
masing-masing dalam batang dan bonggol (Wina, 2001).
5.2.1.2. Pengenalan Bahan Pakan Konsentrat
Pertumbuhan ternak akan relatif
lambat jika peternak hanya mengandalkan pemberian hijauan. Optimalisasi
pertumbuhan ternak bisa dicapai dengan pemberian konsentrat yang bisa diperoleh
dari limbah industri pertanian, termasuk dari proses pengolahan produk
perkebunan (Guntoro, 2008).
Konsentrat termasuk pakan tambahan
yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan atau produksi bagi ternak ruminansia.
Sementara itu bagi ternak monogastrik, konsentrat merupakan pakan utama. Bahan
pakan sumber energi dari jenis konsentrat sebagian besar terdapat dalam bahan
pakan asal tumbuh-tumbuhan atau nabati dengan limbahnya, di antaranya jagung
kuning, sorghum, pollard, millet, bekatul, onggok, dan gandum. Bahan pakan
sumber energi asal nabati ini umumnya mempunyai kandungan serat kasar yang
cukup tinggi (Rasyaf, 1994).
Konsentrat yang dipakai dalam
praktikum meliputi konsentrak yang digunakan sebagai sumber energi yaitu :
millet, molases, onggok, pollard, dan tepung jerami amoniasi. Konsentrat yang
digunakan sebagai sumber protein yaitu : tepung darah sapi, tepung ikan, tepung
darah ayam, bungkil kelapa, tepung udang, tepung kepala dan bungkil kedelai.
Konsentra yang berguna sebagai sumber vitamin yaitu: vita chicks, vita stress,
vita strong, therapy. Konsentrat yang berfungsi sebagai sumber mineral yaitu
tepung kulit udang, tepung tulang ikan dan sirip, urea, tepung cangkang ayam ,
tepung tulang ayam, tepung kerang, kapur dan phosfat alam.
Berdasarkan kandungan gizinya,
konsentrat dibagi dua golongan yaitu konsentrat sebagai sumber energi dan
sebagai sumber protein. Konsentrat sebagai sumber protein apabila kandungan
protein lebih dari 18%, Total Digestible Nutrision (TDN) 60%. Ada konsentrat
yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Berasal dari hewan mengandung protein
lebih dari 47%. Mineral Ca lebih dari 1% dan P lebih dari 1,5% serta kandungan
serat kasar dibawah 2,5%. Contohnya : tepung ikan, tepung susu, tepung
daging, tepung darah, tepung bulu dan tepung cacing. Berasal dari tumbuhan,
kandungan proteinnya dibawah 47%, mineral Ca dibawah 1% dan P dibawah 1,5%
serat kasar lebih dari 2,5%. Contohnya : tepung kedelai, tepung biji kapuk,
tepung bunga matahari, bungkil wijen, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil kelapa
sawit dll. Konsentrat sebagai sumber energi apabila kandungan protein dibawah
18%, TDN 60% dan serat kasarnya lebih dari 10%. Contohnya : dedak, jagung,
empok, dan pollard.
Sumber mineral makro banyak terdapat
di alam. Mineral makro yang ditambahkan dalam pakan ternak adalah Ca, P, Na dan
Mg. Sumber Na dan Cl tersedia dalam garam dapur dalam bentuk NaCl. Vitamin
merupakan komponen organik dan dibutuhkan dalam jumlah yang kecil bagi ternak,
sebagai koenzim atau regulator pada berbagai metabolisme (Rasyaf, 1994). Selain
sumber vitamin, ternak juga membutuhkan zat additives yang terkandung dalam
premixes. Premixes adalah substansi campuran vitamin, mineral dan feed
additives dalam satu pack / bungkus 5 lbs yang dicampurkan ke dalam per ton
pakan untuk mencukupi kebutuhan microingridient (Sutardi, 2002).
5.2.1.3. Pengenalan
Alat
Praktikum pengenalan alat bertujuan
untuk menentukan tetapan hasil analisis kimia yang akurat. Pengunaan alat-alat
laboratorium antara lain untuk penimbangan, penyaringan, pengukuran volume
cairan, pemijaran dan pengabuan, dan pengeringan (Sudarmadji, 1997). Sedangkan
menurut Hartati (2002), penggunaan alat-alat laboratorium antara lain sebagai
alat penimbangan, pengukuran volume cairan, melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran
dan pengabuan serta penyaringan. Penimbangan menggunakan timbangan, penyaringan
menggunakan kertas saring, dan corong bunche, pengaturan volume cairan
menggunakan gelas ukur, pipet ukur, pipet volume, labu ukur dan buret.
Pemijaran menggunakan tanur dan cara sederhana pengeringan menggunakan oven.
Pada praktikum pengenalan alat yang
dikenalkan alatnya meliputi kompor listrik, tang penjepit, filler, desikator,
kondensor , soxhlet, waterbath, oven, autoklaf, destilator, destruktor,
timbangan analitik, timbangan analog, timbangan ohauss, labu kjeldhal, becker
glass, gelas ukur, erlenmeyer, pipet ukur, pipet seukuran, cawan porselin,
corong, bomb, bucket, tanur yang masing-masing alat memiliki fungsi yang berbeda seperti yang
telah ditulis pada lembar hasil pengenalan alat.
Pengeringan biasanya dipakai untuk
menentukan kadar air atau dilakukan pada zat kimia padat yang akan ditimbang
untuk standardisasi. Alat yang digunakan adalah oven yang dilengkapi dengan
thermometer, thermostat dan pengatur waktu pengeringan yang dikehendaki. Alat
yang digunakan untuk menyimpan bahan yang sudah dikeringkan adalak eksikator
(dessicator) yang kedap udara, didalamnya terdapat zat yang bisa menyerap air
(silica gel) sehingga pengaruh uap air selama penyimpanan bisa diabaikan
(Sudarmadji, 1997).
Fungsi dari alat-alat laboratorium
berbeda satu dan yang lainnya, begitu pula dengan cara penggunaannya harus
sesuai dengan ketentuan agar hasil dari penggunaan itu baik. Seperti timbangan
yang digunakan dalam laboratorium terdiri dari berbagai jenis dan merk, yang
perlu diketahui adalah kapasitas dan ketelitian timbangan yang akan digunakan
apakah timbangan halus atau kasar (Sudarmadji, 1997). Jenis timbangan yang akan
dipakai tergantung dari tujuannya, misalnya untuk penentuan kadar abu dan air
harus digunakan neraca analitis dengan ketelitian 0,1 mg, sedangkan untuk
menimbang bahan kimia yang akan dibuat menjadi larutan jenuh, cukup menggunakan
timbangan yang lebih kasar.
Alat-alat untuk penimbangan harus
bersih dan telah dikeringkan dalam oven suhu 105º-110ºC dan didinginkan sampai
suhu kamar dalam desikator selama 15 menit, demikian pula bila akan menimbang
sesuatu yang panas harus didinginkan terlebih dahulu dengan cara yang sama.
Selama menimbang harus digunakan alat penjepit untuk mengambil sesuatu agar
tidak mempengaruhi beratnya. Zat kimia bisa diambil dengan sendok tanduk,
spatula atau pipet (untuk bahan cair). Setiap menambah atau mengambil beban
dari pan penimbang, timbangan harus dalam keadaan tidak bergerak atau nol. Apabila
selesai menimbang, alat timbangan dibersihkan dan dikembalikan dalam keadaan
terkunci (Sudarmadji,1997).
5.2.2. Uji
Fisik Bahan Pakan
5.2.2.1. Daya
Ambang
Daya ambang adalah jarak yang
ditempuh oleh suatu partikel bahan bila dijatuhkan dari ketinggian tertentu
dalam waktu tertentu. Rata-rata hasil perhitungan daya ambang adalah 1,60 m/s.
Daya ambang yang terlalu lama akan menyulitkan dalam proses pencurahan bahan
karena dibutuhkan waktu yang lebih lama (Jaelani, 2007).
Pada saat praktikum sampel yang
digunakan seberat 1 gram, dan alat yang digunakan adalah stopwatch,. Sampel
diukur dengan menghitung waktu yang dijatuhkan dengan ketinggian 1 m. Sampel
seberat 1,0 gram tercatat waktu 1,27 detik, maka daya ambang sampel adalah 0,79
m/s. Hal yang harus diperhatikan saat menjatuhkan sampel : lantai, tempat
jatuhnya, bahan diberi alas dengan aluminium foil untuk memudahkan pengamatan
saat jatuh. Diupayakan pengaruh udara diperkecil yaitu dengan menutup setiap
lubang yang memungkinkan angin masuk (Jaelani, 2007).
Daya ambang berperan terhadap
keefisienan pemindahan atau pengangkutan. Apabila daya ambang suatu bahan pakan
kecil maka waktu yang dicapai juga kecil, sebaliknya waktu yang dicapai besar
maka daya ambangnya juga akan menjadi besar. Perhitungan daya ambang bertujuan
untuk :
1. Efisiensi pemindahan atau pengangkutan yang
menggunakan alat penghisap.
2.
Pengisisan silo yang menggunakan gaya gravitasi dan
daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan partikel (Sutardi, 2003).
5.2.2.2. Sudut Tumpukan
Sudut tumpukan atau angle of
repose didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh permukaan bidang
miring bahan yang dicurahkan membentuk gundukan dengan bidang horizontal. Sudut
tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak satu partikel pakan dalam tumpukan.
Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu partikel bergerak
dalam tumpukan. Sudut tumpukan berperan antara lain dalam menentukan flowabivity
(kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan
secara mekanik, ketepatan dalam penimbangan dan kerapatan kepadatan tumpukan
(Thomson, 1993).
Besarnya sudut tumpukan dari hasil
percobaan dengan diameter 20,8 cm dan tinggi 8 cm adalah α = 37,56º. Menurut
Sudarmadji (1997) sudut tumpukan antara 30-39 termasuk ke dalam kelompok
sedang, dimana sifat kemudahan bahan pakan dalam penanganan atas dasar
pengangkutan relatif sedang. Itu berarti percobaan dengan sampel dedak termasuk
dalam kelompok sedang.
Sudut tumpukan merupakan faktor yang
mempengaruhi homogenitas campuran. Perbedaan keragaman ukuran materi dalam
campuran dapat mengakibatkan pemisahan secara nyata apabila materi mempunyai
perbedaan sudut tumpukan (Axe, 1995).
5.2.2.3. Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Luas permukaan spesifik adalah
luas permukaan spesifik bahan pakan dengan berat tertentu. Luas pernukaan
spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan dari bahan pakan tanpa
diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan (Sutardi,
2003).
Bahan yang digunakan saat pengukaran
luas permukaan spesifik saat praktikum adalah dedak. Sampel seberat 1,0 gram,
luas permukaan spesifik yang diperoleh 45
cm²/gr. Luas permukaan spesifik sangat besar pengaruhnya untuk
keefisienan suatu proses penanganan seperti packaging, transportasi dan
penyimpanan. Apabila luas permukaan spesifik besar atau tingkat kehalusan
tinggi maka dalam suatu packaging akan memuat bahan pakan yang lebih banyak,
hal ini berarti transportasi dan penyimpanan akan menjadi berkurang. Hal ini
sesuai dengan pendapat Jaelani (2007) yang menyatakan bahwa keefisienan suatu
proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya
membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi saja tetapi
juga menyangkut sifat fisik, sehingga kerugian akibat kesalahan penanganan
bahan pakan dapat dihindari.
5.2.2.4. Berat Jenis
Berat jenis merupakan perbandingan
antara massa bahan terhadap volume dan memegang peranan penting dalam berbagai
proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis diukur dengan
menggunakan prinsip hukum archimides, yaituu suatu benda didalam fluida, baik
sebagian ataupun seluruhnya akan memperoleh gaya archimides sebeesar fluida
yang dipindahkan keatasnya (Jaelani, 2007). Berat jenis merupakan perbandingan
antara massa bahan, terhadap volume dan memegang peranan penting dalam berbagai
proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan.
Penimbangan gelas ukur ditimbang
beratnya 87,5 gram. Sampal di isi 100 ml. Dan penimbangan gelas ukur yang diisi
sampel menghasilkan berat 114 gram. Berat jenis dihitung dengan cara berat
dibagi dengan volum. Hasil BJ yang didapat pada penimbangan sampel yaitu 0,265
gram/ml. Dilihat dari niai berat jenis ternyata dari sampel menunjukan nilai di
bawah 1 yang berarti lebih kecil dari volume. Hasil praktikum diperoleh nilai
berat jenis 0,265 gr/ml. Besarnya berat jenis (density) bahan pakan penting
diketahui karena apabila suatu bahan pakan mempunyai nilai densitas yang rendah
yaitu perbandingan antara berat bahan pakan dengan volume lebih besar berarti
intake untuk ternak hanya sedikit dan sebaliknya. Pakan yang baik adalah nilai
densitasnya lebih besar sehingga intake pakan meningkat (Sudarmadji, 1997).
Perbedaan nilai berat jenis selain
dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik permukaan, juga dipengaruhi oleh kandungan
nutrisi bahan. Hal ini sesuai pendapat Khalil (1999) yang menyatakan bahwa
adanya variasi dalam nilai BJ dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan,
distribusi ukuran partikel, dan karakteristik permukaan partikel. Bahan pakan
yang memiliki perbedaan BJ cukup besar, akan menghasikan campuran tidak stabil
dan mudah terpisah kembali (Chung dan Lee, 1995).
5.2.3. Analisis
Proksimat
Analisis
proksimat merupakan pengujian laboratorium bahan pakan yang akan diformulasi
dan diolah menjadi ransum pellet, crumble, mash, dan parameter pengujian.
Parameter pengujian ini meliputi parameter kadar air, protein kasar, lemak
kasar, serat kasar, dan kadar abu. Hasil analisis proxsimat sangat penting dan
akurasinya sangat berguna dalam formulasi ransum terhadap mutu pakan jadi yang
dihasilkan. Dari sistem analisi proksimat dapat diketahui adanya enam fraksi.
Kelebihan
analisis proksimat antara lain: (a) kebanyakan laboratorium menggunakan
sistem ini, (b) alat mahal dan canggih kurang dibutuhkan, (c) menghasilkan hasil
analisis secara garis besar dari pakan yang bersagkutan, (d) dapat menghitung
Total Digestible Nutrient (TDN) berdasarkan hasil analisis proksimat dan (e)
memberikan penilaian secara umum pemanfaatan makanan pada ternak.
Beberapa
kelemahan analisis proksimat, yaitu: (a) sistem tidak mencerminkan zat
makanansecara individu dari zat makanan, (b) kurang tepat, terutama untuk
analisis serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga
kurang tepat, (c) proses memerlukan waktu yang cukup lama, (d) tidak dapat
menerangkan lebih jauh tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu
bahan pakan (Soejono, 2004).
5.2.3.1. Kadar Air
Tiap bahan makanan selalu mengandung
air. Makanan hijauan mengandung air kurang lebih 79-90%. Sedangkan yang nampaknya
kering kira-kira mengandung air 10 %. Banyaknya air dalam bahan makanan
mempengaruhi banyaknya air minuman yang diperlukan oleh ternak. Air diperlukan
sekali oleh ternak itu sendiri 50-70% terdiri dari air (Sosroamidjojo, 1978).
Air merupakan zat makanan yang
paling banyak dan mudah didapat di alam. Bahan pakan mempunyai kandungan
air lebih banyak dibandingkan dengan kandungan nutrien lainnya. Yang dimaksud
air dalam analisis proxsimat adalah semua cairan yang menguap pada pemanasan
selama beberapa waktu pada suhu 105-110ºC dengan tekanan udara bebas sampai
sisanya yang tidak menguap mempunyai bobot tetap (Soejono, 2004). Penentuan
kadar air dilakukan dengan dua metode yaitu penyulingan langsung dan tidak
langsung (oven). Penentuan kadar air minimal 24 jam. Banyaknya air yang
terkandung di dalam suatu bahan pakan dapat diketahui jika bahan pakan
dipanaskan (Hartadi, 1992).
Air sampel makanan ditimbang dan
diletakan dicawan khusus dan dipanaskan dalam oven pada temperatur 105ºC.
Pemanasan berjalan hingga sampel sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah
pemanasan tersebut sampel makanan disebut sampel bahan kering dan
pengurangannya dengan sampel makanan disebut % air atau kadar airnya ( Tillman,
1989). Pada praktikum dilakukan percobaan dua kali dengan berat cawan, berat
sampel dan berat setelah dioven berbeda. Didapat hasil 11,5% dengan sampel bungkil
kedelai. Dengan demikian bungkil kedelai memiliki kadar air yang tidak terlalu
tinggi.
Tinggi rendahnya kadar air dalam
bahan pakan harus diatur. Kadar ini menentukan komposisi kandungan nutrien
pakan. Faktor yang mempengaruhi kadar air salah satunya adalah metode
pengeringan dan kandungan air dari suatu bahan pakan. Pakan dapat disimpan jika
bahan pakan mempunyai kandungan air 13,5%, karena kandungan air yang terlalu
tinggi akan merusak nutrien dari bahan pakan karena didegradasi oleh bakteri (Sutardi,
2003).
5.2.3.2. Kadar Abu
Anggorodi (1991), menyatakan bahwa
zat-zat mineral sebagai suatu golongan dalam pakan atau jaringan hewan
ditentukan dengan membakar zat organik dan kemudian menimbang ini disebut kadar
abu. Abu hasil pembakaran dapat digunakan sebagai titik tolak untuk determinasi
presentase zat tertentu yang terdapat pada bahan pakan. Kadar abu bahan pakan
menunjukan kualitas dari bahan pakan tersebut karena semakin tinggi bahan
organik pada pakan berarti bahan pakan tersebut banyak mengandung karbon.
Sedangkan menurut Soejono (2004), meskipun abu terdiri dari komponen mineral,
namun bervariasinya unsur mineral dalam pakan asal tanaman menyebabkan abu
tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral
tertentu.
Hasil praktikum kadar abu didapatkan
hasil 6 % dengan sampel bungkil kedelai seberat 2,0 gram. Kadar abu didapat
dari panas pembakaran sampel dengan suhu 500ºC-600ºC. Karena dalam suhu tinggi
semua bahan organik akan terbakar dan akhirnya teruapkan. Sedangkan sisa
pembakaran dinamakan abu/mineral.
Kadar abu suatu bahan
pakan ditentukan dengan pembakaran bahan pada suhu tinggi (500-600ºC). Pada
suhu tinggi bahan organik yang ada akan terbakar sempurna menjadi
CO2, H2O, dan gas lain yang menguap, sedang sisanya merupakan abu atau campuran
dari berbagai oksida mineral. Kadar abu yang didapat pada saat praktikum adalah
10,08 % dan kandungan bahan organik sebesar 89,92 %, hal ini menunjukan bahwa
konsentrat tepung kulit bawang putih banyak mengandung karbon.
5.2.3.3. Kadar Protein Kasar
Protein dibedakan atas protein kasar
dan protein murni. Protein kasar adalah
protein murni ditambah amiden-amiden, sedangakan protein murni adalah protein
yang tersusun atas asam-asam amino.(Sosroamidjojo, 1978).
Hasil
praktikum protein kasar dengan sampel bungkil kedelai didapatkan kadar protein
kasar sebesar 41,9 %. Hasil ini menunjukan bahwa kandungan protein kasar
bungkil kedelai sangat tinggi sehingga sangat cocok untuk ditambahkan dalam
ransum pakan ternak.
Protein
merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan produktivitas
ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan
pakan melalui metode kjeldahl yang kemudian dikali dengan faktor protein :
6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen.
Kelemahan analisis proxsimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada
asumsi dasar yang digunakan. Pertama, diasumsikan bahwa semua nitrogen bahan
pakan merupakan protein padahal kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari
protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar
nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 2004).
Penentuan kadar protein melalui
metode kjeldahl dilakukan melalui tahap sebagai berikut :
1.
Proses destruksi (oksidasi), perubahan N protein
menjadi amonium sulfat ((NH4)2 SO4). Sampel dipanaskan dengan asam sulfat
(H2SO4) pekat dan katalisator yang akan memecah semua ikatan N dalam bahan
pakan menjadi amonium sulfat kecuali ikatan N=N, NO, dan N2. CO dan H2O terus
menguap. SO2 yang terbentuk sebagai hasil reduksi dari sebagian asam
sulfat juga menguap. Dalam reaksi ini digunakan katalisator selenium (Hg/Cu).
Destruksi dihentikan jika larutan barwarna hijau jernih.
Zat organik (basal) + H2SO4
CO2 + H2O + (NH4)2 SO4 + SO2
2.
Proses Destilasi (Penyulingan). Setelah larutan
menjadi hijau jernih, labu destruksi didinginkan kemudian larutan dipindahkan
ke labu destilasi dan diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan untuk
mengurangi reaksi yang hebat jika larutan ditambah alkali. Penambahan alkali
(NaOH) menyebabkan (NH4)2SO4 akan melepaskan
amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3 dan air ditangkap oleh larutan
H2SO4 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk
senyawa (NH4)2SO4 kembali. Penyulingan
dihentikan bila semua N sudah tertangkap oleh asam sulfat dalam labu
erlenmeyer.
NH3 + H2SO4
(NH4)2SO4 + H2SO4
3. Proses titrasi, kelebihan H2SO4
yang tidak digunakan untuk menangkap N dititrasi dengan NaOH. Titrasi
dihentikan jika larutan berubah dari biru kehijau
5.2.3.4 Kadar Lemak Kasar
Lemak adalah zat makanan yang
diperlukan oleh tubuh selaku sumber kalori dantenaga serta sebagai bahan pelarut
vitamin tertentu. Lemak terdapat banyak pada biji-bijian terutama biji
kacang-kacangan. Rumput dan umbi-umbian mengandung sedikit lemak
(Sosroamidjojo,1978).
Analisis kadar lemak kasar dapat
dilakukan dengan metode langsung yang berprinsip bahwa lemak dapat diekstrasi
dengan eter atau pelarut lemak lainnya, sedangkan metode tidak langsung
berprinsip lemak dapat diekstrasi oleh eter atau pelarut lainnya (Tillman,
1993).
Istilah lemak kasar menggambarkan
bahwa zat dimaksud bukan hanya mengandung senyawa yang tergolong ke dalam lemak
tetapi termasuk senyawa lain. Lemak mempunyai konsentrasi energi paling tinggi
dibanding nutrien pakan lainnya karena mempunyai struktur intramolekuler karbon
dan hidrogen yang lebih banyak sehingga lemak merupakan sumber kalori yang
penting disamping berperan sebagai pelarut vitamin. Pada praktikum analisis
kadar lemak kasar digunakan metode soxlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan
dalam tabung soxlet dengan menggunakan pelarut lemak ethyl eter. Pada praktikum
analisis kadar lemak kasar sampel yang digunakan yaitu bungkil kedelai seberat
1,0 gram dan menghasilkan kadar lemak kasar 5%. Menurut Soejono (2004)
pengeringan temperatur tinggi dengan menggunakan oven pada suhu 105ºC banyak
menyebabkan kehilangan senyawa yang tidak tahan panas dan berarti berat bahan
semakin berkurang.
Tinggi rendahnya kadar lemak pada
tanaman dipengaruhi oleh spesies, umur dan perbedaan bagian yang digunakan
untuk sampel. Lemak pada tanaman terutama terdapat pada biji-bijian sebangsa
legum. Hasil samping yang berupa bungkil jelas lebih rendah daripada bijinya,
sebab bungkil merupakan hasil samping dari pembuatan minyak biji tanaman
(Kamal, 1998).
Defisiensi lemak pada ransum akan
mengakibatkan gangguan pencernaan, penurunan efisiensi pakan, gangguan reproduksi
dan laktasi, kulit bersisik, bulu rontok, pertumbuhan suboptimal, dan kematian.
Kelebihan lemak pada ransum akan mengakibatkan lemak tubuh menjadi lunak dan
kualitas karkas menurun (Tillman, 1993).
5.2.3.5 Kadar Serat Kasar
Serat kasar merupakan salah satu
nutrien yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan gliserida. Metode
pengukuran kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana.
Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan
semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat. Bahan
yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium
alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar. (Thomson, 1993).
Hasil dari analisis kadar serat kasar
pada konsentrat tepung kulit bawang putih adalah 31,68%, hasilnya cukup tinggi.
Perbedaan mengenai besar kecilnya serat kasar pada bahan pakan bisa terjadi dikarenakan dalam proses
analisis kurang teliti, pengovenan yang kurang sempurna dan perbedaan komposisi
pakan konsentrat tepung kulit bawang putih.
5.2.4
Free Fatty Acid (FFA)
Asam lemak bebas yaitu nilai yang
menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang ada di dalam lemak atau jumlah yang
menunjukkan berapa banyak asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak setelah
lemak tersebut di hidrolisa. Analisis kimia untuk mengetahui asam lemak bebas
pada bahan pakan dilakukan dengan proses AOAC (1990). Proses kimiawi yang dapat
terjadi dalam penyimpanan pakan adalah terjadi perubahan atau kerusakan kandungan
lemak dari pakan tersebut. Kerusakan bijian dan bahan makanan pada penyimpanan
dengan kondisi temperatur dan kadar air tinggi, terutama disebabkan oleh
meningkatnya aktivitas enzim lipase dalam hidrolisis lemak dimana lemak dipecah
menjadi asam lemak bebas dan glycerol.
Pada praktikum FFA dengan sampel bungkil
kedelai didapatkan hasil FFA sebesar 2,742%. Raharjo (2010), menjelaskan bahwa
semakin kecil asam lemak bebas yang terkandung pada bahan makanan ternak
menunjukan bahan tersebut tidak mudah
tengik atau basi. Begitu juga sebaliknya kadar FFA yang tinggi menyebabkan
bahan makanan tersebut mudah tengik. Karena hasil FFA pada tepung kulit bawang
putih kecil, maka bahan tersebut tidak mudah tengik.
Masuknya lemak ransum
mengakibatkan asam-asam lemak bebas (FFA = Free Fatty Acid) melekat pada
partikel bahan makanan yang mengandung karbohidrat penyangga dan menyebabkan
partikel tersebut tidak sulit terfermentasi (Suwandyastuti, 1989).
Perlakuan cara pengeringan dengan
sinar matahari pada suatuan nilai kadar asam lemak bebas yang lebih tinggi
dibanding dengan pengertian secara oven dan diantara dua perlakuan tersebut
menunjukkan ada beda nyata. Hal ini disebabkan karena inaktifnya enzim oleh
panas yang berbeda, karena pada pengering mekanis (drier) memberikan suhu yang
lebih tinggi sehingga menimbulkan panas yang lebih tinggi akan memberikan nilai
kadar asam lemak bebas yang lebih kecil dibanding pengeringan dengan sinar
matahari. Menurut Hartley (1977) dalam Winarno (1987), menyatakan bahwa enzim
lipase tidak aktif sama sekali pada temperatur yang tinggi. Disamping itu
dengan adanya perbedaan kadar air dalam bahan juga akan berpengaruh pada proses
hidrolisa yang terjadi dan semakin tinggi kadar air dalam bahan maka akan
semakin cepat proses hidrolisa berlangsung, dengan demikian semakin besar pula
asam lemak bebas yang terbentuk.
5.2.5
Gross Energi (GE)
Analisis
kadar energi adalah usaha untuk mengetahui kadar energi bahan baku pakan. Dalam
analisis, biasanya ditentukan energi bruto terlebih dahulu dengan cara membakar
sejumlah bahan baku pakan sehingga diperoleh hasil-hasil oksidasi yang berupa
karbondioksida, air dan gas-gas lainnya. Untuk mengukur panas yang ditimbulkan
oleh pembakaran digunakan suatu alat bomb kalorimeter. Penentuan energi bruto
menyatakan energi kalori dalam bahan baku pakan yang dianalisis. Untuk standar
energi bahan baku pakan unggas, digunakan energi metabolis (E.M.) dan
diperhitungkan sekitar 60% dari energi bruto (Agus,1987).
Gross Energy didefinisikan sebagai
energi yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider secara sempurna
menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung energi, akan
tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah
zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross Energy diukur dengan alat bomb kalorimeter.
Apabila N dan S terdapat dalam senyawa sampingan karbon H dan O (C, H dan O).
Unsur-unsur tersebut akan timbul sebagai oksida nitrogen dan sulfur pada waktu
senyawa itu dioksider dalam bomb kalorimeter. Analisis kimia untuk mendapatkan
energi bruto bahan pakan dengan prosedur AOAC (1990).
Piliang dan Djojosoebagio (2006),
menyatakan apabila energi yang masuk ke dalam tubuh dapat mencukupi kebutuhan,
kebutuhan protein dan asam amino dapat diperkirakan dengan metode keseimbangan
nitrogen karena sekitar 16% protein terdiri dari nitrogen. Peningkatan energi
bruto yang diserap oleh tubuh akan meningkatkan pertumbuhan.
Pada praktikum Gross energy dengan
sampel bungkil kedalai sebesar 0,5 gram. Kemudian dibungkus dan diikat dengan
kawat energi panjang 12 cm. Kemudian dibungkus dalam bomb kalorimeter. Selama
pembakaran suhu awal dan akhir dicatat, dimana suhu awal 27,50ºC dan akhir 28,09ºC.
Setelah dilakukan pembakaran dan titrasi air cucian dari bomb kalorimeter, maka
diperoleh kadar energi untuk pakan basal sebesar 2.572, 495 kkal/gr.
Tinggi rendahnya energi dipengaruhi
oleh kandungan protein, karena protein berperan sekali terhadap pertumbuhan
sehingga mempengaruhi jumlah ransum yang masuk ke dalam tubuh (Rasyaf, 1994).
Nilai energi bruto dari suatu bahan pakan tergantung dari proporsi karbohidrat,
lemak dan protein yang dikandung bahan pakan tersebut. Air dan mineral tidak
menyumbang energi pakan tersebut. Nilai energi bruto tidak menunjukan energi
tersebut tersedia untuk ternak atau tidak tersedia, tergantung dari kecernaan
bahan pakan tersebut. Penambahan DL-Methionin mampu menurunkan jumlah energi
bruto yang dibuang melalui sekreta sehingga energi bruto yang diserap atau
dicerna meningkat. Proses pengeluaran nitrogen melalui ekskreta membutuhkan
energi sehingga dapat menyebabkan penurunan energi metabolis (Sibbald, 1985).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
1.
Bahan
pakan terbagi menjadi dua yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan terdiridari
gramineae, leguminosa, ramban atau browse sebagai sumber serat dan protein
dan limbah pertanian.
2.
Fungsi
dan cara kerja dari setiap alat berbeda-beda tergantung kegunaannya,seperti
menimbang, menyaring, mengukur volume, cara penggunaan buret,melarutkan zat
padat, pengeringan, pemijaran dan pengabuan.
3.
Uji
fisik bahan pakan dilakukan karena bahan pakan mempunyai kondisi
fisik kimia yang berbeda sehingga dalam penaanganan pengolahan
maupun penyimpanan memerlukan perlakuan yang berbeda.
4.
Analasi
proksimat digunakan untuk mengukur atau analisis kadar air, kadar abu,
lemak kasar, serat kasar dan protein kasar.
5.
Free
Fatty Acid adalah asam lemak bebas yang tidak tergabung dengan gliserollemak
yang kadar asam lemak bebasnya tinggi akibat hidrolisis tetapi
tidak menurunkan nilai gizinya.
6.
Energi
bruto adalah banyaknya panas yang lepas kalau suatu zat oksidasisempurna dalam
suatu bomb kalorimeter.
6.2 Saran
1.
Saat praktikum alat yang akan digunakan sebagai wadah
bahan yang akan ditimbang harus dikeringkan terlebih dahulu.
2.
Praktikan harus lebih teliti lagi dalam menjalani
praktikum agar hasil yang didapat lebih tepat.
3.
Perlu diperhatikan cara menentukan batas tinggi cairan
yang diukur dalam proses titrasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus, B.M. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Bahan Pakan
Ternak Umum. Jakarta : Gramedia
Anggorodi.
1991. Ilmu Bahan Pakan Ternak Umum.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
AOAC. 1990. Official Methods of Analisis.
Asosiaion of Official Analitic Chemist.
Washington DC. USA.
Axe,
D.E. 1995. Factors Affecting Uniformity
of a milk. Mailinkrodt feed ingredient. Mundelein.
Chung, D.S. And C.H. Lee. 1985.
Grain Phisical and Thermal Properties Related to Drying and Aeration. ACIAR
Proceeding No. 71. Australia.
Guntoro, Suprio. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hartadi, H, dk k. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Hartadi, Hari. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas
Peternakan UGM. Yogyakarta.
Hartati, Sri. 2002. Buku Ajar Nutrisi Ternak Dasar.
Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman.
Jaelani,
Ahmad dan Nordiansyah Firahmi. 2007. “Kualitas Sifat Fisik Dan Kandungan
Nutrisi Bungkil Inti Sawit Dari Berbagai
Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO), Al ‘Ulum Vol.33 No. 3.
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak.
Yogyakarta : Laboratorium Makanan
Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada.
Khalil. 1997. Pengolahan Sumberdaya Bahan Makanan Ternak.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Khalil. 1999. “Pengaruh
Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan Lokal : Sudut
Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat Jenis, Daya
Ambang, dan Faktor Higroskopis”. Media
Peternakan 22 (1) : 1 – 11.
Lay, W. A., D. Amalo, Y. R.
Noach dan G. Malelak. 2002. “Analisis Pertumbuhan Finansial Penggunaan Blok
Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL) pada Pemeliharaan Sapi Bali Jantan Muda”. Laporan Penelitian Proyek Indonesia –
Australia Pasca IAEUP Fakultas Peternakan Universitas Cendana, Bali.
Lubis.
1993. Ilmu Makanan Ternak. IPB. Bogor.
Prasetyatuti.
1988. Pedoman Praktis Cara Pemberian
Pakan: Malang. Proyek Kali Konto A 206.
Rahardjo,Tri S., W.
Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan,
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Rasyaf, M. 1994. Pakan Ayam Broiler. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Sibbald, I.R. and M.S.
Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of bioavailable energy made
with adult cockrerels and chicks: Effect of feed intake and nitrogen retention.
Poultry Sci., 64: 127-138.
Soejono,
M. 2004. Petunjuk Laboratorium Analisis dan
Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji,
S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan
Pakan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sulistyo,
J., Y.S. Soeka, E. Triana dan R.N.R. Napitupulu. 1999. Bioprocessing of Fermented
Coconut Oil by Aplication of Enzimatic Technology. Berita Biologi. No.4(5):273-279.
Sutardi, T.R. 2001. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Sutardi, T. R. Dan S. Rahayu.
2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Sutardi,
Tri R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Suwandyastuti, S.N.O., Suparwi,
Zubaidah, dan Rimbawanto. 1989. Kecernaan Energi dan Protein Kompos Jamur
Merang (Mushroom straw) pada Pedet Jantan Lepas Sapih. Laporan
Peneitian. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman.
Tilman,
A.D. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Thomson,
F.M. 1984. Handbook of Powders Science
and Technology. 391, 393, eds M.E. Fayed and L. Otten. New York.
Thomson, F. M. 1993. Hand Book of Powders Science and
Technology 391, 393, eds, M. E. Fayed and L. Otten. New York.
Wina Elizabeth. 2001. “Tanaman Pisang sebagai Pakan Ternak
Ruminansia”. Balai Penelitian ternak: Bogor.
Winarno, F.G. 1987. Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.
0 Response to "LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ILMU BAHAN PAKAN"
Post a Comment