MANAJEMEN
TERNAK UNGGAS
KUALITAS
TELUR
KELOMPOK VII B
1.
Tufti
Kholilah D1E012098
2.
Fitri
Summayah D1E012107
3.
Tutut
Susanti D1E012109
4.
Rizky
Budi k D1E012110
5.
Rina
Mahesa D1E012112
6.
Taniya
Mulyani D1E012113
7.
Puji
Rumiyati D1E012127
8.
Taufik
Ismail D1E012136
9.
Muhammad
Didan D1E012138
10. Arif Romadhon D1E012147
11. Rahmat Arifin D1E012152
12. Rani Puspaningrum D1E012216
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Telur merupakan bahan
pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi
pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur memiliki susunan asam amino
esensial yang lengkap sehingga dijadikan standar untuk menentukan mutu protein
dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi juga
merupakan suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak.
Kerusakannya dapat berupa kerusakan fisik, kerusakan kimia (kerusakan yang
disebabkan oleh faktor kimia), dan kerusakan yang disebabkan oleh serangan
mikroba melalui pori-pori kerabang telur. Sifat mudah rusak tersebut disebabkan
kerabang telur mudah pecah, retak, dan tidak dapat menahan tekanan mekanis yang
besar. Hal tersebut menunjukkan tingkat kualitas telur yang rendah. Sehingga perlu diketahui
bagaimana metode penanganan pada telur yang memiliki kualitas rendah.
Kualitas telur dapat digolongkan
menjadi dua macam yaitu kualitas internal dan eksternal. Kualitas eksternal
difokuskan pada kebersihan kulit, tekstur, bentuk, warna kulit, tekstur
permukaan, kulit, dan keutuhan telur. Kualitas internal mengacu pada putih
telur (albumen) kebersihan dan viskositas, ukuran sel udara, bentuk kuning
telur dan kekuatan kuning telur. Penurunan kualitas interior dapat diketahui
dengan menimbang bobot telur atau meneropong ruang udara (air cell) dan dapat
juga dengan memecah telur untuk diperiksa kondisi kuning telur, putih telur
kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur, haugh unit (HU)
dan ada tidaknya noda-noda bintik darah
Kualitas merupakan ciri-ciri dari
suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi
penerimaan konsumen. Komposisi fisik dan kualitas telur dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya bangasa ayam, umur, musim, penyakit dan
lingkungan, pakan yang diberikan serta sistem pemeliharaan (North dan Bell,
1990). Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan sangat menentukan terhadap
produksi dan kualitas telur baik secara fisik/ekternal maupun secara
kimiawi/internal. Produksi dan kualitas telur akan tercapai secara maksimal
apabila kualitas pakan yang diberikan mencukupi sesuai umur dan tatalaksana
pemeliharaan, dan akan tercapai secara efisien apabila tersedia pakan murah
dengan kandungan nutrient yang dapat memenuhi kebutuhan ayam.
Telur dalam
perkembangannya, telah banyak dilakukan teknik pengolahan telur untuk
meningkatkan daya tahan dan kesukaan konsumen. Telur yang memilki kualitas
tinggi adalah telur yang umumnya dipilih oleh konsumen. Sebaliknya pada telur
kualitas rendah akan menjadi permasalahan dan diperlukan solusi dari
permasalahan tersebut. Kualitas telur menjadi patokan utama
keberhasilan dalam dunia peternakan. Sehingga perlu diperhatikan faktor
kualitas telur yang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti manajemen yang
meliputi manajemen pakan, manajemen penanganan, manajemen perkandangan dan
manajemen penyakit.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui kualitas telur baik kualitas
interior maupun eksterior.
2.
Mengetahui permasalahan kualitas telur
dilihat dari aspek manajemen.
3.
Mengetahui dan mengumpulkan data-data
untuk mengetahui kualitas telur berbagai unggas.
4.
Menganalisis data yang terkumpul untuk
mencari penyebab permasalahan dan inti dari permasalahan kualitas telur.
5.
Menganalisis masalah dan menentukan
langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah pada penanganan
kualitas telur .
II.
PERMASALAHAN
Ketidak seragaman ukuran telur
adalah dimana telur yang dihasilkan oleh sekelompok unggas dalam satu kandang
mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Pengembangan usaha peternakan ayam petelur
di Indonesia masih memiliki prospek yang cukup terbuka lebar. Hal ini karena
telur merupakan salah satu produk yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi
protein hewani masyarakat Indonesia. Secara garis besar parameter keberhasilan
usaha ini ditentukan dari aspek 2 aspek, yaitu aspek pencapaian produktivitas
dan keuntungan finansial. Untuk mencapai kedua parameter keberhasilan tersebut,
maka produksi telur yang dilihat dari kuantitas dan kualitasnya harus mampu
dicapai dengan maksimal. Namun pada kenyataannya, sejauh ini beberapa peternak
ayam petelur masih saja menghadapi beraneka ragam masalah yang berdampak pada
penurunan produksi telur, baik penurunan jumlah maupun kualitasnya. Ada banyak
faktor yang bisa menjadi penyebab, terdiri dari faktor internal dan eksternal, selain itu juga dipengaruhi oleh beberapa manajemen yang
kurang baik. Untuk itu beberapa ulasan mengenai telur dan problematika penyebab
penurunan produksinya akan coba kami jabarkan.
1.
Manajemen
Pengendalian Penyakit
Umumnya usaha
peternakan ayam ras petelur mempertimbangkan lokasi peternakan dengan daerah
penyedia sarana produksi dan pemasaran agar dapat menekan biaya transportasi.
Oleh karena itu, masalah temperatur dapat diatasi dengan membuat sistem
ventilasi udara yang baik yaitu dengan memberi kipas pada kandang, sehingga
dapat mengurangi panas. Jadi yang menjadi aspek kritis di sini yaitu masalah
temperatur yang dapat mengganggu produktivitas ayam ras petelur. Hal ini dapat
di atasi dengan membuat sistem ventilasi udara yang baik pada kandang. Suhu
lingkungan yang panas akan mengurangi nafsu makan ayam ras petelur dan ayam
cenderung lebih banyak minum. Berkurangnya konsumsi dapat mengganggu kebutuhan
nutrisi dan berpengaruh pada produksi telur. Ayam ras petelur lebih mudah
beradaptasi (lebih tahan) dengan suhu yang relatif tinggi daripada suhu yang
selalu berubah-ubah.Suhu udara berkisar antara 24° - 30° C dengan suhu
rata-rata 27,4° C, suhu ini terlalu tinggi untuk ayam petelur karena menurut Syarief,
Rizal. (1990) suhu untuk ayam petelur berkisar antara 21°-27° C.
Penyakit pada ayam petelur diartikan
sebagai disfungsi organ, yakni tidak berfungsinya secara normal organ ayam yang
terinfeksi oleh mikroorganisme penyebab penyakit, baik itu organ pencernaan,
pernafasan, central neuro system (CNS) maupun organ reproduksi yang secara
langsung berhubungan dengan pembentukan dan distribusi telur. Munculnya permasalahan ini disinyalir akibat kelalaian peternak,
misalnya minimnya kandungan nutrisi bahan pakan yang diberikan pada ayam
peliharaannya. Disamping itu, faktor penyakit juga didaulat sebagai salah satu
penyebab terjadinya penurunan produksi telur. EDS 76 merupakan
penyakit pada ayam petelur yang menyerang ayam petelur pada periode pertumbuhan
dan periode bertelur.
Gejala
ini diikuti oleh adanya telur yang mempunyai kerabang tipis, kerabang lembek
atau tanpa kerabang sama sekali. Telur dengan kerabang tipis biasanya
bertekstur kasar menyerupai kertas pasir atau bergranula pada salah satu
ujungnya. Pada infeksi alami ditemukan adanya penurunan ukuran telur, sedangkan
pada infeksi buatan ukuran telur tetap normal. Tindakan pencegahan dapat
dilakukan dengan cara memilih DOC dari telur yang induknya tidak tertular EDS
76.
2. Manajemen
Pemilihan Bibit
Pada kasus
yang disebabkan oleh kualitas pullet yang kurang baik ditandai dengan ciri-ciri
memiliki berat badan dan keseragaman pullet yang rendah. Keseragaman pullet
yang rendah ini dapat mengakibatkan ketidakseragaman awal produksi dan tidak
seragamnya ukuran telur yang dihasilkan. Ciri lainnya, lamanya mencapai dewasa
kelamin sehingga awal produksi menjadi terlambat. Adanya pullet yang mempunyai
jarak tulang pubis yang sempit juga menjadi cirri tersendiri yang mengakibatkan
ayam tersebut mempunyai ukuran telur yang lebih kecil atau tidak seragam.
3. Manajemen Pakan
Kualitas ransum yang buruk,
nutrisinya kurang atau tidak seimbang serta ransum yang mengandung zat
racun/antinutrisi dapat menyebabkan penurunan produksi telur. Demikian halnya
dengan kecukupan air munim. Menurut Amrullah, I..K. (2004), ayam petelur yang tidak
mengkonsumsi air munim hanya selama beberapa jam akan berhenti berproduksi
telur sampai berminggu-minggu. Ukuran dan berat telur juga dipengaruhi oleh
nutrisi ransum seperti protein, asam amino tertenu seperti methionine dan
lysine, energy, lemak total dan asam lemak esensial seperti asam linoleat.
Tidak terpenuhinya kebutuhan dari salah satu nutrisi tersebut melalui asupan
ransum, maka akan mengurangi berat telur. Bahkan jika hal tersebut terjadi pada
petelur produksi sebelum umur 40 minggu, bisa berakibat pada penurunan jumlah
produksi telur.
Permasalahan
pada manajemen pakan dapat mempengaruhi kualitas telur, antara lain kerabang
telur yang tipis/lembek, telur kecil-kecil, warna yolk yang pudar dst.
Permasalahan tersebut biasanya dikarenakan pemberian pakan yang kekurangan
nutrisi yang dibutuhkan untuk proses pembentukan kerabang, warna kerabang atau
warna yolk.
1.
Kekurangan Kalsium
Kekurangan kalsium
dapat menyebabkan kerabang telur menjadi lembek. Kerabang telur yang baik
sebagian besar (40-60%) tersusun atas kalsium. Selama bertelur, ayam membutuhkan
kalsium (Ca) sampai 20 kali dari kebutuhan normal. Dalam oviduk tidak cukup
tersedia Ca, sehingga saat pembentukan kerabang telur sebagian besar diserap
dari Ca bebas yang terdapat dalam plasma darah. Jika sediaan Ca di dalam tubuh
ayam tidak tercukupi, maka pembentukan kerabang telur dapat terganggu.
Akibatnya kerabang telur lembek. Asupan Ca juga mempengaruhi warna kerabang
telur. Jika kadar Ca rendah atau tidak cukup maka sekresi phorpyrin saat pengecatan kerabang telur
akan berkurang akibatnya warna kerabang telur menjadi lebih putih.
2.
Vitamin
A
Vitamin ini sering
disebut sebagai retinol. Secara umum Vitamin A dapat ditemukan
dalam tepung ikan dan jagung. Vitamin A berpengaruh dalam proses pemberian
warna kuning pada kuning telur dan juga kerabang telur. Jadi apabila dalam
pakan kekurangan vitamin A maka telur yang dihasilkan warna kuning dan
kerabangnya menjadi pudar yaitu tidak kuning pekat. Sebutir telur biasanya
dikatakan kualitasnya bagus apabila warna kuning telur yang pekat dan kerabang
telur yang kecoklatan. Menurut Sarwono, B. (1994),
selain itu kekurangan vitamin A juga bisa menyebabkan timbulnya bintik darah (blood
spot) pada telur. Ditambahkan oleh Nuraini (2006), menyatakan bahwa vitamin
A berpengaruh juga pada kualitas telur bagian dalam yaitu dapat meningkatkan
proporsi kuning telur, menghasilkan grade besar, skor warna yang lebih pekat,
serta kualitas telur yang tergolong AA.
3.
Vitamin
B12
Vitamin B12 atau
sering disebut sebagai cyanocobalamin berfungsi untuk metabolisme karbohidrat
dan lemak dalam tubuh. Tidak seperti vitamin B lainnya, vitamin B12 bisa
terakumulasi di jaringan, utamanya di hati dan sedikit di ginjal, otot, tulang
dan kulit. Defisiensi vitamin B12 akan mengakibatkan
pertumbuhan lambat, ukuran telur kecil-kecil dan daya tetas menurun.
4.
Vitamin
D
Vitamin D pada
produk-produk vitamin seringkali ditulis sebagai vitamin D3. Vitamin
D3 atau yang lebih dikenal sebagai cholecalciferol adalah
satu-satunya metabolit dari vitamin D yang bisa digunakan oleh unggas. Vitamin
D bermanfaat untuk metabolisme kalsium dan fosfor dalam pembentukan kerangka
normal, membentuk paruh dan cakar yang keras serta kerabang telur yang kuat.
Kekurangan vitamin D akan menyebabkan metabolisme kalsium dan fosfor terhambat
sehingga akan banyak ditemukan telur dengan kerabang tipis dan lembek. Serta
paruh dan cakar yang lembek pula. Selain itu akan terjadi pula penurunan
produksi telur dan situasi dimana ayam kesulitan untuk bergerak karena kakinya
lemah sehingga terjadilah kelumpuhan/ricketsia.
4.
Manajemen Pemeliharaan
Permasalah yang terdapat pada
pemeliharaan adalah kurangnya pencahayaan atau tidak cukupnya intensitas cahaya
yang masuk dalam berbagai jenis kandang, selain itu juga faktor lingkungan
seperti iklim, kelembapan, dan arah angin dapat menimbulkan stress pada ternak
unggas sehingga produksi menurun dan kualitas telur menjadi buruk. Biasanya
pada ternak yang sudah tua produksinya menjadi menurun sehingga menjadikan ayam
harus diafkir jika tidak harus memuasakan ayam hingga bulunya rontok secara
alami ( moulting).
5.
Manajemen Perkandangan
Permasalahan
sistim kandang yang biasanya digunakan pada peternakan ayam petelur adalah
kandang baterai, biasanya ada beberapa telur yang retak pada saat dilakukan
pengumpulan telur, beberapa telur memiliki kerabang yang lunak, abnormalitas
telur (telur terlalu lonjong, terdapat telur di dalam telur, kelainan pigmen
kerabang telur, adanya blood spot dan meat spot pada bagian dalam telur) akibat
defisiensi nutrien pada ransum dan penurunan kondisi fisiologi organ tubuh,
terjadinya kelumpuhan pada beberapa ayam dan banyaknya lalat di kandang serta
berbau tajam.
III.
PEMECAHAN MASALAH
1.
Kualitas Interior Dan Eksterior
Telur
Kualitas telur dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu
kualitas telur bagian luar dan kulitas bagian dalam. Kualitas telur bagian luar
meliputi bentuk, warna, tekstur, keutuhan dan kebersihan kerabang. Sedangkan
kualitas telur bagian dalam meliputi kekentalan putih telur, warna kuning
telur, posisi kuning telur serta ada tidaknya bintik darah pada kuning dan
putih telur (Sarwono, 1994). Kualitas merupakan ciri-ciri dari suatu produk
yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan
konsumen. Mutu telur utuh dapat dinilai dengan cara candling yaitu
meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan
penemuan keretakan pada kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran
kantung udara, bintik-bintik darah, bintik-bintik daging, kerusakan oleh
mikroorganisme dan pertumbuhan benih (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Berdasarkan
data yang di peroleh dari peternakan Bapak Gembong yang bertempat di Desa
Sumbang kualitas atau grade telur terbagi menjadi 4 yaitu kualitas sangat baik,
baik dan cukup dan jelek. Telur berkualitas sangat baik adalah telur yang
mempunyai warna coklat yang merata, kerabang halus, bentuknya normal bintik
bintik pada kerabang dan kerabangnya halus. Telur yang berkualitas baik adalah
telur yang memiliki warna coklat, bentuknya normal kerabangnya terkadang agak
sedikit kasar atau terdapat bintik bintik. Telur yang berkualitas cukup adalah
telur yang memiliki warna coklat pucat atau keputihan dan memiliki kerabang
yang tipis. Telur yang berkualitas jelek memiliki warna putih, kerabang kasar
dan bentuknya tidak beraturan serta tipis. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Winarno (1993), bahwa klasifikasi telur dibagi atas empat kualitas,
yaitu :
·
Kualitas AA
Kulit telur untuk kualitas ini harus bersih, tidak retak atau
berkerut, bentuk kulit normal dan halus. Rongga udara di dalam telur sepanjang
0,32 cm. Rongga udara berada di bagian tumpul dan tidak bergerak-gerak. Putih
telur harus bersih dan encer. Kuning telurnya dan tanpa kotoran.
·
Kualitas A
Kulit telur juga harus bersih, tidak retak atau berkerut,
mulus dan normal. Rongga udara 0,48 cm dan terdapat bagian tumpul dari telur.
Putih telur bersih dan agak encer. Kuning telur normal dan bersih.
·
Kualitas B
Kulit telur bersih, tidak pecah/retak dan agak tidak normal,
misalnya sedikit lonjong. Rongga udara sebesar 0,95 cm. Putih telur bersih dan
lebih encer. Kuning telur normal tetapi ada bercak yang normal.
·
Kualitas C
Kulit telur bersih
dan sedikit kotor, kulit tidak normal. Rongga udara sebesar 0,95 cm. Putih
telur sudah encer, ada telur yang berbentuk tidak normal. Kuning telur sudah
mengandung bercak-bercak, bentuk telur tidak normal atau pipih.
2.
Manajemen Penyakit
Pencegahan penyakit
bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti vaksinasi, sanitasi dan penggunaan
obat-obatan yang dicampur makanan/air minum yang berbentuk feed supplement dan
lain sebagainya. Tetapi pada umumnya para peternak yang belum begitu mahir,
segan mengeluarkan uang untuk membeli obat-obatan tersebut guna mencegah
terjadinya infeksi penyakit. Sehingga kelak bila terjadi suatu wabah, peternak
akan menderita kerugian berlipat ganda. Sebab peternak akhirnya bukan saja
kehilangan uang untuk beli obat dan ongkos dokter, melainkan produksinya pun
akan merosot atau lebih fatal lagi, ayam yang tidak tertolong akhirnya mati.
Dan kalau pun ayam tadi bisa sembuh tetapi ayam-ayam yang habis menderita sakit
itu bila dipertahankan sebagai petelur kurang menguntungkan, sebab konversi makanannya
menurun dan bahkan bila menjadi carrier (=pembawa) suatu penyakit.
Kesemuanya ini adalah merupakan pemborosan. Dengan demikian pencegahan memegang
peranan penting karena akan lebih menghemat biaya.
Untuk menjaga agar ayam yang
dipelihara tetap sehat, upaya-upaya yang dilakukan dengan melalui sanitasi dan
tatalaksana pemeliharaan, diantaranya :
1.
Menjaga
kondisi litter tetap kering dan bersih.
2.
Ventilasi
kandang yang cukup.
3.
Tempat
pemeliharaan anak ayam, terpisah dari ayam dewasa.
4.
Pemberian
ransum yang baik kualitas dan kuantitasnya.
5.
Jangan
banyak pegunjung ke kandang ternak ayam karena dikhawatirkan akan menularkan
penyakit.
6.
Ayam
yang sakit harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang khusus (kandang
karantina) agar penyakitnya tidak menyebar pada ayam yang masih sehat.
7.
Burung-burung
liar atau hewan lainnya dijaga agar tidak bisa masuk ke kandang.
8.
Air
minum yang diberikan harus bersih dan setiap akan mengganti air minum tempatnya
harus dibersihkan dulu.
Namun
demikian, walaupun pencegahan tersebut diatas telah dilaksanakan dengan baik
tetapi sering dijumpai ayam tersebut terserang penyakit unggas menular yang
ganas, misalnya penyakit Tetelo (ND), Coryza, IB, EDS dan lainnya. Untuk
mencegah penyakit seperti ini biasanya dilakukan dengan melalui vaksinasi dan
jenis penyakit unggas yang menular ini cukup banyak. Vaksinasi dimaksudkan
untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari ayam agar tidak terserang penyakit yang
bersangkutan. Vaksinasi ini bisa dilakukan dengan tetes mata, tetes mulut,
melalui air minum dan suntikan. Hal
tersebut sesuai dengan data yang di peroleh dari peternakan Bapak Gembong yang
bertempat di Desa Sumbang, bahwa telur yang baik berwarna coklat. Telur yang
tidak baik dapat dilihat dari warna telurnya, misalnya pada ayam yang terserang
ND telurnya akan berwarna putih namun kekentalannya masih cukup bagus, pada
ayam yang terkena IB telurnya akan berwarna putih dan albumennya encer, pada
ayam yang terserang AI telurnya berwarna putih dan albumennya cepat busuk.
Selain itu telur yang jelek juga bisa karena kerabangnya kasar, biasanya pada
ayam yang terserang cacingan. Kasus abnormalitas pada telur yaitu double yolk,
telur dalam telur, telur dengan kerabang lembek. Pada telur yang kerabangnya
lembek biasanya terjadi pada ayam yang baru pertama kali bertelur, umur ayam
sudah tua, atau ukuran ayam kecil. Ada juga ayam yang tidak bertelur. Hal ini
bisa dilihat dari jenggernya yang layu, muka ayam berwarna kekuningan, tulang
pubisnya tidak membuka. Ayam yang seperti ini biasnya akan langsung dipisahkan
dan dijual.
3.
Manajemen Pemilihan Bibit
Memilih pullet yang
mempunyai jarak tulang pubis yang bagus sehingga ukuran telur tidak akan lebih
besar. Dan memilih pullet yang seragam sehingga telur yang dihasilkan seragam
pula. Menurut data yang di peroleh dari peternakan Bapak Gembong Jenis ayam
yang dipelihara adalah Isa brown dan jumlahnya 42.000 ekor total produksi 1,6 ton, kapasitas maksimal
70.000. Pemeliharaan dari umur 0 hari. Umur 20-30 minggu produksi telur mulai
naik, umur 30-40 minggu adalah puncak
produksi, sedangkan pada umur
40-45 minggu produksi telur turun. Umur 80-90 minggu ayam sudah harus diafkir.
4.
Manajemen
Pakan
Nutrisi pakan dan minum
harus seimbang disesuaikan dengan kebutuhan gizi untuk ayam petelur, sehingga
mendapatkan keseragaman dalam bentuk maupun ukuran dalam ayam petelur. Menurut
data yang di peroleh dari peternakan Bapak Gembong, ternak diberi pakan yang
diproduksi oleh PT. Charoen Pokhpand, dengan komposisi jagung 50%, dan bekatul
15% Pemberian pakan dilakukan pada pukul 07.00 WIB dan antara pukul 13.00-14.00
WIB. Perekor diberi pakan 120-125 gram, pada ayam afkir diberi pakan 115 gram/ekor.
Dalam 1 hari pakan habis 40kg, jadi dalam waktu 1 minggu bisa menghabiskan 8 ton
pakan. Penyimpanan pakan maksimal 1 bulan, karena jika lebih dari itu maka
pakan akan rusak. Selain itu ternak juga diberi tambahan vitamin.
5.
Manajemen Pemeliharaan
Ayam petelur yang sudah memasuki
masa produksi telur, membutuhkan 16 jam pencahayaan untuk memelihara jumlah
produksi telur tetap optimal. Faktor pencahyaan saat masa pullet juga
berhubungan erat dengan pencapaian berat, ukuran telur dan kematangan saluran
reproduksi. Secara umum ayam yang mengalami kematangan seksual terlalu dini
(belum cukup umur) akan memproduksi telur dengan ukuran kecil. Demikian juga
sebaliknya ketika kematangan seksual terlambat, maka ayam akan memproduksi
telur dengan ukuran besar (abnormal). Stres dapat menyebabkan turunnya produksi
telur. Stres yang biasa terjadi meliputi stress akibat perubahan cuaca/suhu
(kedinginan atau kepanasan), pindah kandang, serangan parasit dan perlakuan
kasar. Stres yang ditimbulkan akibat suara gaduh atau perlakuan kasar dapat
menyebabkan proses pembentukan kerabang telur tidak berlangsung secara
sempurna. Kedinginan adalah stress yang paling sering terjadi selama musim
penghujan. Dalam kondisi ini pencahayaan berkurang dan berakibat tidak
terangsangnya hormone reproduksi untuk memproduksi telur.
6.
Manajemen Penanganan
Kerusakan yang biasa
terjadi disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari
luar. Pengaruh faktor dari luar (eksternal) antar lain penanganan pasca panen
yang kurang baik, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan mutu hasil
peternakan. Selain itu, penanganan saat transportasi dan distribusi juga sangat
berpengaruh pada terjadinya kerusakan bahan. Faktor dari dalam (internal)
terkait dengan sifat produk itu sendiri. Beberapa kerusakan telur yang paling sering
terjadi dimasyarakat adalah retaknya cangkang telur. Keretakan cangkang telur
merupakan salah satu jenis kerusakan yang dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan
lainnya terjadi. Rusak cangkang telur menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme
akan lebih mudah sehingga telur akan menjadi busuk (Shofiyanto, dkk, 2008).
Kulit
telur yang retak disebabkan oleh terjadinya benturan atau adanya tekanan pada
telur. Pada kondisi lingkungan yang kurang baik, keretakan telur dapat
menyebabkan perubahan bau, serangan oleh mikroorganisme, kehilangan air dan
kehilangan CO2. Penyebab kerusakan telur antara lain karena kulit
telur tipis, kondisi pengepakan dan distribusi yang kurang baik (Syarief,
1990). Penurunan kualitas telur dapat terjadi baik pada bagian dalam maupun
luar telur. Umumnya penilaian luar lebih mudah dilihat. Perubahan kualitas dari
luar antara lain terjadinya penurunan berat telur, timbul bercak pada kerabang
ataupun kerabang menjadi retak, sedangkan perubahan yang terjadi antara lain
letak kuning telur bergeser, putih telur lebih encer dan terdapat noda pada isi
telur. Oleh karena itu diperlukannya wadah dalam proses penyimpanan dan
transportasi (Haryanto, 2007).
7.
Manajemen
Perkandangan
Beberapa permasalahan pada
manajemen kandang tersebut dapat di atasi melalui penyusunan ransum yang baik
sehingga kelainan pigmen telur, abnormalitas telur dan penurunan kondisi
fisiologis tubuh ayam dapat dikurangi. Permasalahan kelumpuhan pada beberapa
ayam dapat diatasi melalui pemasukan ayam ke kandang battery sesuai umur. Menurut
Sudarmono (2003), permasalahan banyaknya lalat dan bau tajam pada kandang dapat
di atasi melalui pembersihan kotoran tepat waktu secara rutin.
Menurut Sudarmono (2003), hal
yang perlu diperhatikan pada kandang battery bertingkat 3 antara lain:
1. Tempat
terisolir dan jauh dari perkampungan
2. Dekat
dengan sumber air/ mudah mencari sumber air
3. Dekat
dengan sumber pemanas (listrik, minyak, atau gas)
4. Dekat
dengan sarana jalan raya, tempat pemasaran dan mudah mendapat tenaga kerja
5. Tempat
agak tinggi, untuk menghindari kelembaban yang tinggi, genangan air atau
memudahkan pengaliran kotoran dari kandang waktu pencucian
6. Kondisi
lingkungan: luas lahan, sushu, kelembaban, pencahayaan dan sebagainya
7. Kemudahan
dalam melakukan tatalaksana seluruh bagian kadang battery mulai dari feeding,
pembersihan dan sebagainya
8. Timbunan
kotoran dan kadar ammonia kotoran di bawah alas kandang battery
9. Kandang
ditempatkan jauh dari bangunan lain
Untuk daerah Indonesia sendiri yang beriklim
tropis pembuatan kandang yang sederhana dapat memenuhi kebutuhan ternak asalkan
memenuhi persyaratan. Syarat-syarat tersebut antara lain:
·
Sinar matahari yang cukup ke dalam kandang
·
Terdapat sirkulasi udara yang baik
·
Alat kandang selalu dalam keadaan kering dan
tidak menggumpal untuk alas litter, dan tidak bau untuk alas slat, kawat dan
battery
·
Bagi ayam muda dan dewasa keadaan kandang harus
dapat memberikan kesejukan dari udara sekitar, hal ini akan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi telur.
·
Kontruksi kandang perlu diperhatikan, kontruksi
kandang harus mempunyai, ventilasi, dinding, atap, terkena sinar matahari yang
cukup,ukuran dan luas kandang, alas kandang, bahan bangunan.
KESIMPULAN
- . Produksi telur di pengaruhi oleh faktor manajemen pencegahan penyakit, manajamen pmanajemen pemilihan bibit dan manajemen pemeliharan
- . Permasalahan pada kualitas telur rendah dipeternakan Bapak Gembong disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor internal dan eksternal.
- Faktor internal yang mempengaruhi pada kualitas telur antara lain meliputi umur ayam dan jenis ayam yang diternakkan sementara eksternal meliputi lingkungan, manajemen, pakan serta penanganan.
- Kualitas telur yang baik dapat dilihat dari faktor internal dan eksternal.
- Kualitas fisik telur ditunjukan oleh karakteristik telur yang meliputi berat telur, bentuk telur, berat putih, kuning, dan kerabang telur, nilai haugh unit, indeks telur dan kuning telur.
DAFTAR
PUSTAKA
Amrullah,
I..K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor
Haryanto.
2007. Sains Jilid 4. Jakarta : Erlangga.
North,
M.O and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual Fourth Edition.
An Avi Book Published by Van Nostrand Reinhold, New York
Nuraini.
2006. Isolasi Kapang Karotenogenik Untuk
Memproduksi Pakan Kaya B Karoten Dan Aplikasinya Terhadap Ayam Ras Pedaging Dan
Petelur. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.
Romanoff,
A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. John Wiley and
Sons, Inc. New York
Sarwono,
B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Shofiyanto
E, Azharuddin M, Yourista, Lusiana, Dan Kusuma W, 2008. E-Pack Sebagai Teknologi Solusi Risiko Telur Pecah Dalam Distribusi Dan
Transportasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudarmono.
2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras
Petelur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Syarief,
Rizal. 1990. Teknologi Penyimpanan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Pangan PAU Pangan Dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Winarno,
F.G . 1997. Kimia Pangan Dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ayo Daftar Sekarang, Nikmati Freechip Berlimpah Setiap Hari... Join Disini Banyak Jenis Permainan Taruhan Online Terbaik, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah...
ReplyDelete